Mohon tunggu...
Priya Purnama
Priya Purnama Mohon Tunggu... -

Tuhan yang bisa menindas dan mengkafirkan manusia. Bukan manusia!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aktivitas Non-Farm di Pantai Utara Jawa Pada Awal Abad XX

29 April 2012   20:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:57 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13357296711555837859

Desa Pesantren

A. Keadaan dan Riwayat Desa

Menurut asalnya desa pesantren merupakan ataupun diceritakan didalam serat babad dan memunculkan nama-nama desapesantren banyak dihubungkan dengan cerita-cerita rakyat setempat dari keterangan tersebut desa pesantren baru muncul pada awal abad XX.

B. Pola Penguasaan Tanah

Di desa pesantren dapat dikenali pola pemilikan tanah sebagai berikut :

a.Tanah milik perseorangan.

b.Tanah milik desa (bondo deso)

c.Tanah bengkok.

Tanah milik perseorangan ini berasal dari bekas tanah komunal yang sudah diperjual belikan atau diwariskan dari tanah yasan. Tanah bondo deso dipergunakan untuk kepentingan umum dan mengisi kas desa juga digunakan untuk dana tunjangan pejabat desa (uluh-uluh).

A.Penguasaan Tanah Bengkok

Pembukaan tanh-tanah baru memberikan peluang bagi penduduk pesantren untuk membuka tanah-tanah baru disebelah selatan perkebunan. Dari tahun-ketahun membarikan keleluasaan bagi penduduk pesantren untuk membuka tanah-tanah baru tapi kenyataannya tanh-tanah warisan ini dimiliki oleh warisan Syarif dan para pegawai negeri.

B.Masalah Harta Waris dan Tradisi

Sebelum tahun 1940-an ternyta tangan-tangan statee ditingkat desa belum banyak ikut campur dalam hal pembagian warisan di desa pesantren justru peranan peranan kiyai dalmpembagian harta waris ini menjadi penting. Pembagian warisan ini mengalami perubahan yang disebut atau dikenal dengan cara adat yaitu sepikul segendongan, anak laki-laki mendapat dua bagian sedangkan anak perempuan mendapatkan satu bagian.

C.Upacara Desa dan Perorangan

Pelaksanaan sedekah bumi ini dilakuakn disetiap padudukan. Tiap rumah tangga masing-masing menyediakan dengan cara yang berbeda-beda. Upacara-upacara ini merupakan tradisi yang tidak dapat dipisahkan dari msyarakat pesantren.

D.Lurah, Hubungan Lurah Pamong dan Pilkades

Pemilihan lurah ini selalau berubungan dengan keturunan Syarif ataupun dukungan dari para kiyai-kiyai pesantren.

Persaingan dan Solidaritas Baru Antar Kerabat

A.Pemilihan Lurah Tarso dan Ahmadun

Pemilihan lurah Kombor atau Sutarman diangkat oleh Wedono Comal yang didampingi tentara Jepang.

B.Pemilihan Lurah Tarso

Awal Januari 1946 kombor dicopot dari jabatannyaoleh sekelompok yang menamakan dirinya pesindo yang dipimpin oleh Sait atas desakan ini, tokoh-tokoh kiyai pada tahun itu diadakan pemilihan lurah secara resmi. Tarso sendiri menggunakan cara-cra licik untuk memenangkan pemilihan lurah dan cukup efektif, terbukti dia memperoleh suara terbanyak dari calon-calon lain.

C.Pemilihan Lurah Ahmadun

Ahmadun mempunyai latar belakang yang berbeda dia merupakan satu-satunya calon pemilihan lurah dari luar pesanren dan tidak mempunyai hubungan keluarga dengan tokoh-tokoh kiyai, tapi ia mendapat dukungan kuat dari warga NU sehingga ia terpilih menjadi lurah.

D.Pilkades Tahun 1980

Pilkades ini merupakan konflik antara dua kubu yaitu Ridwan dari dukungan kiyai Sukri, sedangkan kiyai Sukri merupakan menanatu H. Sopi. Antara kiyai Tajri dan kiyai Sukri terjadi konflik pribadi sehingga memunculkan dua kibu ini. Kiyai Tajri mendukung Nur Yahman sedangkan yang memenangkan pilkades ini adalah Sumari Yng didukung oleh Susmono yang masih keturunan kiyai Syarif.

E.Pilkades 1988

Pada tahun ini Nur Rahman dikandidatkan oleh kiayi Sukri dan beberapa tokoh masyarakat pesantren mendukung Nur Rahman.

Pergeseran Pusat Pertumbuhan Ekonomi

Pada akhir abad 19 sistem sosial baru mulai terbentuk dan menggeser sistem sosial tradisional. Pergeseran-pergeseran ini tidak dapat dihindarkan lagi. Warisan sistem tanam paksa juga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap struktur ekonomi di pedesaan. Masuknya sistem perkebunan telah memberi peluang bagi penduduk tuna gisma untuk mengembangkan ekonomi keluarga melalui usaha-usaha siluar sektor pertanian. Sistem pemilikan komunal ini menempatkan kepla-kepala desa ke dalam status baru, menjadi penguasa lokal sebagai alat pemerintah kolonial. Bagi penduduk pedesaan perubahan itu tidak berarti memisahkan unsur-unsur petani, sawah dan desa. Pengaruh perkebunan ini secara umum membuka kesempatan kerja baru bagi penduduk di sekitar perkebunan. Dengan adanya ini sudah mencukupi kebutuhan penduduk setempat. Dan memunculkan industri-industri kecil, kerajinan dan lain-lain. Industri-industri kecil ini dikuasai oleh orang-orang Cina.

Regentschap (Kabupaten) Pemalang

A.Pendudukdan Transportasi

Pemilihan wilayah Pemalang utuk kajian aktifitas non fram dianggap dapat mewakili daerah pantai uatara Jawa. Di wilayah pesisir ini terdapat banyak pelabuhan penting untuk ekspor dan impor ke wilayah lain, sehingga memunculkan tranportasi kereta api untuk menggangkut bahan-bahan dari  daerah-daerah pedalaman, sehingga dapat menghubungkan antara pelabuhan dengan daerah-daerah pedalaman. Menurut laporan tahunan kereta api mengangkut barang-barang yang beraneka ragam seperti gula, kopi, tembakau, indigo dan barang-barang perdagangan lain. Diantara indikator untuk melihat pekembangan jaringan transportasi dengan persoalan penduduk adalah adanya kesejajaran antara meningkatnya aktifitas ekonomi dengan pertambahan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya deferensiasi sosial ekonomi. Selain sektor perdagangan menjadi daya tarik bagi penduduk untuk tetap bermukim di kota. Dan untuk berurbanisasi mencari penghidupan baru ketika lahan pertanian tidak dapat mereka tampung, dan untuk mengisi waktu luang mereka ketika musim tanam atau musim panen telah usai.

B. Struktur Pemilikan Tanah dan  Pendapatan Sektor Pertanian

Struktur sektor penguasaan dan pemilikan tanah yang timpang memiliki kemampuan dalam mengakses sumber-sumber ekonomi. Berdasarkan atas dasar pemilikan tanah apabila petani memiliki sawah 0,5 HA keatas digolongkan sebagai petani makmur dan petani memiliki dibawah 0,5 HA digolongkan sebagai petani setengah makmur sedangkan petani tanpa tanah digolongkan sebagai petani kesrakat. Di lingkungan pemalang semuanya tergolong sebagai petani makmur. Bentuk pemilikan tanah komunal di Pemalang ada dua jenis :

1.Bentuk pemilikan tidak tetap yang penguasaanya diberikan secara bergilir diantara wong sikep setahun sekali, sistem ini dinamakan tanah desa atau bondo deso.

2.Jenis komunal yang lain yang hak penguasaanya berada di satu tangan waong sikep dan tanah itu dapat diwarisakan pada anak laki-lakinya yang tertua atu dapat dapat dijual pada penduduk desanya.

Peluang Kerja dan Berusaha Keluar Pertanian

A.Peluang Kerja dan Berusaha Disekitar Perkebunan

Dengan upah yang kecil mengakibatkan para penduduk berusaha keluar dan mencari lahan pekerjaan diluar pertanian. Uaph-upah buruh yang mengalami penurunan akibat depresi ekonomi sehingga terjadi pengurangan tenaga kerja. Kebutuhan hidup penduduk yang kurang cukup terpenuhi sedangkan padagang-pedagang Cina oleh penguasa perkebunan diberi kebebasan menjual berbagai barang kebutuhan misalnya pakaian, emas, dan lain-lain. Bahkan mereka memebuka perjudian dan meminjamkan uang. Dengan adanya hiburan dan perjudian pengusaha memaksutkan untuk menahan para buruh agar tidak lari dari pekerjaannya.

B.Strutur Ketenagakerjaan

Adapun tenaga kerja wanita lebih banyak memasuki sektor non pertanian. Cukup beralasan bila tenaga kerja di sektor non farm lebih besar dibandingkan sektor pertanian karena disatu sisi lahan pertanian relatif sempit dibandingkan dengan luas wilayah dan disisi lain pabrik gula menguasai hampir seperempat bagian dari luas lahan keseluruhan. Hal itu terutama didorang dengan upaya peningkatan produksi dan meningkatnya uang sewa lahan. Bahwa bekerja dan berusaha disektor non farm bagi petani pemilik sawah merupakan peluang baru untuk menambah penghasialn keluarga, sekalipun masih dianggap sebagai pekerjaan sekunder yang kebanyakan dilakukan pada musim tanam tebu.

C.Industri Batik, Pemintalan, dan Penenunan

Meningkatnya permintaan kain batik sejak awal abad XX menjadikan komuditas perdagangan penting. Batik merupakan industri sosial ekonomis sangat besar bagi masyarakat pribumi. Sehingga menyebabkan banyak pihak yang bersaing dalam bidang usaha ini. Persaingan antara penduduk pribumi dan orang Cina telah menimbulkan masalah karena Cina yang bermodal besar selalu memenangkan persaingan ini. Pada tahun 1920 industri ini secara besar-besaran berkembang. Golongan Cina hampir menguasai sektor industri ini, sehingga melemahkan posisi produsen batik lokal. Dengan berkembangnya waktu muncul pengenalan cat secara sintetis sehingga para importir mendatangkan secara besar-besaran. Ini mengakibatkan menggeser tradisi lokal. Masuknya importir Jepang dalam persaingan dengan importir Belanda meras khawatir karena harga Mori Jepang lebih murah. Para importir Belanda mendesak pemerintahan Hindia Belanda untuk menghambat mori Jepang.

D.Industri Kecil; Pengolahan, Rumah tangga, dan Kerajinan

Secara konseptual industri kecil adalah suatu usaha kecil mempunyai aset kecil, dengan teknologi yang sederhana, modal kecil,tenaga kerja antara 5-19 orang. Industri kecil merupakan perpaduan dua konsep yakni industri rumah tangga dan kerajinan rumah tangga. Secar ekonomis industri ini kurang menguntungkan bagi pengrajin kecil, ini didasarkan permodalan dan pemesaran mereka kalah dengan pengusaha profesional. Sementara itu untuk industri pengolahan begitu banyak dikelola masyarakat didaerah pantai. Untuk mengatasi ketimpangan antara pengrajin kecil dengan pengrajin besar dalam mendapatkan modal maka dibentuk organisasi yayasan yang bertujuan mebantu permodalan dan pengolahan pengrajin kecil.

E.Pedagang dan Aktifitas Perdagangan

Dalam sektor perdagangan bersekala menengah ke atas komuditas ekspor sangat tergantung pada situasi pasar internasional dan kondisi produksi lokal. Dalam laporan kolonail juga disebutkan bahwa pedagang besar memiliki sawah yang mereka sewakan pada orang lain atau para pabrik. Di Pemalang sendiri setidaknya terdapat dua kelompok pedagang. Kelompok pertama adalah para pedagang besar yang kebanyakan bergerak di bidang ekspor dan impor. Kebanyakan mereka dari Eropa dan Cina, sedangkan pedagang pribumi lebih berorientasi pada perdagangan ekpor produk-produk likal baik produk pertanian maupun non pertanian yang diekpor keluar daerah. Sebagaimana dilaporkan di Pemalang teradapat macam-macam praktek perdagangan seperti ngece yakni mengambil barang dagangan dengan membayar secara angsuran, sistem ngalap saur, ngeber, ngantuk, dan ngenteng yang umumnya berlaku di pedagang kecil. Ke empat sitem ini merupakan praktek pedagang kecil yang mengambil barang dagangan dengan cara kredit persetujuan harga tertentu dan dikembalikan setelah semua barang terjual.

Kesimpulan

Sampai tahun 1950-an terdapt kecenderungan sisitem kekerabatan masih dipertahankan oleh trah kaki Syarif dan ini sampai ke cucunya yang menjadi lurah. Cara-cara lain yaitu menggunakan simbul-simbul tradisional memperkuat dan mempersatukan trahnya. Hubungan yang mulai terbuka dengan jaringan-jaringan sosial ekonomi trah ini mendapat persaingan dari kelompok tuan-tuan tanah dari luar daerah yang membuka usaha di desa ini, dan juga para brirokrasi seperti guru dan ABRI. Kepentingan politik ini memaksa trah beralih perhatiannya pada kegiatan ekonomi non pertanian dan membangun kekuatan ekonomi di luar desa. Modernisasi ekonomi perkebunan menempatkan penduduk golongan bawah pada posisis tergantung pada aspek pemasaran dan pemodalan. Sistem ekonomi lokal terganggu akibat adanya sistem ekonomi kapitalis yang dikembangkan pemilik modal kuat serta para elit pribumi hany saja sektor-sektor non farm industri menengah ke atas hanya dimiliki sekelompok elit pedesaan dan pemilik modal. Agaknya faktor budaya juga mempengarui perkembangan usaha sebagian besar usaha penduduk. Ekspansi sistem ekonomi katipitalis mengakibatkan para petani tidak mempunyai akses terhadap perkembangan usaha perkembangannya karena kurang kuatnya modal dan dukungan sumber-sumber produksi akan pemanfaatan alternatif lain di luar sektor pertanian. Kondisi ini menjadikan kualitas dan peranan sektor non farm dalam proses perekonomian sangat penting dan semakin meningkat, terutama melaui aktifitas perdagangan. Semakin berkembangnya aktifitas non farm ini akhirnya tetap menciptakan ketergantungan pelaku ekonomi skala kecil pada ekonomi berskala besar. Tampaknya distribusi pendapatan tidak seimbang ini akan tetap menempatkan petani tuna kisma, buruh, dan pedagang kecil pada pinggiran aktifitas ekonomi kapitalis.     

Mading Cinta Fiksiana

( http://www.facebook.com/groups/374792569230705/)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun