Mohon tunggu...
Priya Husada
Priya Husada Mohon Tunggu... -

Kata kunci: Komunikasi. Manajemen Reputasi dan Pengembangan Masyarakat\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyoal Comdev dan CSR

21 April 2010   16:59 Diperbarui: 4 April 2017   17:45 5422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa kali saya diwawancarai untuk posisi comdev (community development-Pengembangan Masyarakat) dan atau juga CSR (Corporate Social Responsibility-Tanggungjawab Sosial Perusahaan). Saya menggunakan kata “dan atau” karena memang dalam iklan posisi tersebut sering kali disebut Comdev/CSR. Kalau sudah begini, biasanya justru saya yang bertanya pada si user apakah posisi ini untuk kedua hal tersebut. Nah, si user menjawab, yah sama saja.

Udah deh, pasti setelah itu saya terlibat dalam diskusi serius (baca: debat) dengan si user. Saya mempunyai ideologi bahwa pendekatan comdev itu tidak terlepas dari pembangunan berkelanjutan (sustainable development), artinya pembangunan itu memang untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa kita mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka nantinya (sumber: World Commission on Environment and Development – Bruntland Commission, 1987).

Terusterang saya tidak mau bekerja di bagian comdev hanya untuk menyenangkan masyarakat walau gajinya cukup besar. Comdev bagaimanapun memiliki dimensi pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan adalah memastikan bisnis perusahaan dengan layak dan memberi andil manfaat jangka panjang bagi masyarakatnya dengan mempertimbangkan aspek sosial, lingkungan, etika dan ekonomi, serta menghargai hak asasi manusia bahkan kesetaraan spesies. Jadi aspek comdev memang luas.

Apa yang ingin dilakukan perusahaan melalui comdev sebenarnya sudah tercantum dalam rencana di AMDAL (analisa mengenai dampak lingkungan), sayangnya sering kali saya mendapatkan kenyataan proses Amdal cuman copas (copy and paste) dari Amdal yang lain. Yah mirip-mirip plagiatisme dalam pembuatan thesis lah. Dalam diskusi dengan user biasanya saya juga bertanya, selama ini comdev yang dilakukan sistimatikanya seperti apa? Bagaimana menentukan skala prioritas? Apakah pernah dilakukan survey sebelumnya? Apa parameternya? Kaget juga mendengar jawaban bahwa comdev yang dilakukan adalah hasil dari dialog dan permintaan dari masyarakat, yang penting masyarakat dibantu (pendekatan formal).

Ini yang seringkali terjadi bahwa program comdev hanya digunakan untuk menyenangkan masyarakat, biar kegiatan perusahaan ngga diganggu, seperti yang saya ungkapkan di atas. Bahkan, ada perusahaan yang mengaku bahwa comdev yang dilakukan termasuk memberikan jatah honor bulanan kepada kepala desa dan kepala adat, sesuatu hal yang harusnya kewajiban negara. Saya termasuk yang percaya bahwa jalan pintas ini tidak mendidik masyarakat dan terutama tidak menjamin pembangunan berkelanjutan

Comdev mesti dilakukan secara cermat dan sistematis, dengan didahului beberapa riset atau survey yang relevan dapat menjadikan pengembangan masayarakat terukur. Lalu bagaimana dengan CSR? Apa beda apa persamaannya dengan comdev? Bagi saya yang jelas perbedaannya adalah dalam sumber pendanaan. Pendanaan comdev tidak diambil dari keuntungan perusahaan tapi dari rencana anggaran yang telah ditentukan sesuai dengan lingkup kegiatan, bagian dari capital expenditure yang nantinya akan dikompensasikan terhadap nilai jual produk atau rencana margin keuntungan perusahaan.

Sedangkan pendanaan CSR biasanya diambil dari beberapa persen dari keuntungan perusahaan setelah pajak. Dalam dokumen Kementerian BUMN, ditetapkan dana CSR yang juga disebut di kalangan BUMN dengan PKBL, program kemitraan dan bina lingkungan, masing masing 2% dalam program kemitraan dan 2% untuk program bina lingkungan. Jadi total dana CSR maksimal adalah 4% di kalangan BUMN. Beberapa perusahaan menetapkan 10% keuntungan dari perusahaan.

[caption id="attachment_123866" align="alignleft" width="500" caption="Kegiatan ini bukan kegiatan Comdev, tapi CSR perusahaan. Pendanaannya dari keuntungan perusahaan"][/caption]

Untuk bentuk kegiatan comdev dan CSR bisa berbeda bisa juga sama, yang sama biasanya adalah sama-sama mengusahakan income generating buat masyarakat, pembangunan infrastruktur dan peningkatan kapasitas masyarakat. Memang masih ada perdebatan dalam pengaturan CSR ini. Dalam undang-undang perusahaan, CSR ini adalah kewajiban perusahaan, yang besarnya diatur oleh Negara. Bagi saya sebenarnya CSR ini adalah good to have, yang justru must to have adalah comdev dengan prinsip pembangunan berkelanjutan ini. Kalau dilakukan dua-duanya adalah sempurna.

Ini yang sering menjadi diskusisaya dan perusahaan. Yang saya heran ketika saya bertanya kepada GM atau user yang mewawancarai saya, pendidikannya berlatar belakang apa? Biasanya mereka dari ilmu hukum dan sosial. Lha saya sendiri teknik mesin, jadi pendapat saya ngga dipercaya, namanya juga otodidak. Alhasil saya masih mencari perusahaan idaman... masih ada ngga yah?

[caption id="attachment_123858" align="aligncenter" width="300" caption="Studi Rona Awal Kesehatan sebelum menetapkan program kesehatan yang sesuai kebutuhan."][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun