Sejak menikah pada Juli 2008, akhir tahun selalu menjadi momen yang spesial bagi keluarga kecil saya. Di penghujung 2008 kami menikmatinya bersama para tetangga dengan membakar jagung dan ikan di lapangan depan rumah. Bukan rumah pribadi, saat itu kami masih mengontrak di bilangan Pasar Minggu-Jakarta Selatan. Seru banget deh. Tidak sekedar 'bakar dan makan' acara itu juga sekaligus menjadi momen menambah keakraban antar tetangga. Kami yang sehari-hari jarang bertemu karena kesibukan masing-masing, jadi banyak mengobrol dan berbagi cerita. Bahkan kadang ada 'gap' antara penduduk asli dengan kami--para pendatang yang menempati rumah kontrakan di situ. Pada acara tutup tahun, hal itu tidak terasa lagi. Semua bersatu. Terasa sekali keakraban dan kekompakan di antara tetangga. [caption id="attachment_210801" align="alignnone" width="1024" caption="Kehadiran Anggota Keluarga Baru di Akhir Tahun"][/caption] Tahun berganti. Â Berbeda dengan acara tutup tahun yang ramai dengan tetangga di 2008, pada akhir 2009 kami disibukkan dengan mengasuh bayi. Putera pertama kami Gaza Khalid Efendi yang baru lahir pada 5 Desember 2009 sungguh menyita perhatian kami berdua. Rumah kontrakan mungil yang kami tempati mendadak jadi ramai oleh tangis dan tawanya. Kami pun mendadak sibuk, mengurusi berbagai hal yang tak pernah kami alami sebelumnya, mulai dari mengganti popok sampai meninabobokannya. Tanpa asisten atau babysitter, merawat bayi baru lahir ternyata sangat menguras energi. Membuat kami merasa 24 jam tak pernah cukup! Tapi tak mengapa, kami tetap bersyukur. Di luar sana, tentu banyak orang yang mendambakan untuk memiliki seorang anak. Di akhir 2010 kami tak kemana-mana. Padahal sebelumnya kami sudah berencana untuk menghabiskan akhir tahun di kampung halamanku di Bandung. Sayangnya mendadak ada masalah di kantor suami saya. Isyu pailit dan PHK menyebar di kalangan karyawan saat itu. Hal itu membuat seluruh jajaran staf 'kebakaran jenggot', termasuk suami saya. Pekerjaan menjadi 'tak jelas', kadang banyak, adakalanya sedikit. Kadang-kadang suamiku harus lembur, beberapa kali ia merasa 'makan gaji buta' karena hampir tak ada yang bisa dikerjakannya di kantor. Sementara saya sebagai istri, tentu harus pintar-pintar mengelola keuangan. Selain berhemat, juga bersiap-siap manatahu PHK itu bukan sekedar isyu dan suami terkena imbasnya. Di tengah situasi yang serba tak menentu, kelucuan putera kami Gaza menjadi penghibur yang tiada habisnya. Waktu itu ia sudah bisa berjalan merambat pada tembok/meja. [caption id="attachment_210803" align="alignnone" width="1310" caption="Eumah Baru di Tahun Baru"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H