Kota cethe merupakan salah satu julukan untuk Tulungagung, bukan tanpa sebab julukan ini disematkan. Apakah banyaknya warung kopi dan kebiasan ngopi menyebabkan kota ini mendapat julukan tersebut? Ternyata bukan, namun karena adanya kebiasaan masyarakat untuk membuat lukisan di rokok. Kebiasaaan ini berlangsung hampir disetiap warkop atau warung kopi, Â bukan cafe atau toko penyedia kopi modern yang sifatnya hampir sama di setiap kota.
Perkembangan media sosial mengakibatkan banyaknya warung kopi atau cafe yang menyajikan kopi dengan berbagai macam pilihan jenis, rasa dan penyajian. Meski demikian Sangat jarang ditemui adanya kopi lokal Tulungagung baik di warkop tradisional maupun di warung kopi modern. Kita akan sangat mudah menjumpai kopi dengan merk tertentu atau kopi daerah tertentu, seolah Tulungagung tidak memiliki kopi sendiri. Memang kopi bukan tanaman asli Indonesia, tanaman ini berasal dari Brasil.
Hingga saat ini kopi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat ada 4 macam, yakni, Robusta, Arabika, Exelsa dan Liberika. Kopi robusta sangat banyak dibudidayakan oleh masyarakat, sehingga seringkali kopi ini menjadi semacam kopi lokal wilayah tertentu. Tulungagung memiliki kopi yang sudah dibudidayakan secara turun temurun di daerah Pagerwojo dan Sendang, wilayah yang berada di Lingkar Wilis sehingga cocok untuk budidaya kopi. Merupakan kecamatan yang berada di dataran tinggi dibanding kecamatan yang lain.
Selsa atau sersa mereka menyebutnya, beberapa warga lokal yang saya temui mengatakan bahwa tidak tahu dari mana kopi tersebut berasal, mereka hanya meneruskan secara turun temurun. Melihat namanya yang mirip dengan exelsa, saya beranggapan bahwa kopi tersebut merupakan jenis Exelsa. Meskipun hal ini perlu di teliti lebih lanjut. Kopi Selsa memiliki karateristik rasa yang berbeda dengan Robusta dan Arabika, dua kopi yang banyak beredar di masyarakat.
Tidak seperti daerah lain yang sudah memilik lahan kopi dengan pengelolaan yang lebih baik. Kopi Selsa hanya ditanam begitu saja di bawah pohon yang ada disekitar lahan garapan mereka. Ada yang dibawah pohon pinus, sengon maupun pohon yang lain. Sehingga kualitas kopi yang dihasilkan bisa berbeda antara satu daerah dengan lainnya. Rendahnya kualitas dan kuantitas kopi di Tulungagung menyebabkan para pengusaha kopi harus mendatangkan kopi dari luar kota. Malang, Blitar, Jember merupakan daerah yang sering digunakan para pengusaha kopi untuk menyukupi kebutuhan mereka.
Insya Allah dalam beberapa postingan saya kedepan ada hasil wawancara siswa smk n 1 tulungagung ke kedai/warkop atau cafe ditulungagung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H