Artikel ini aku buat bukan ingin mengeluh, aku hanya menyampaikan cerita dengan caraku sendiri. Menurut ku, jika  aku tulis pengalaman aku disini akan mempunyai perasaan yang lebih baik atau mungkin yang ingin masuk ke dunia FK dapat berfikir ulang bahwa dunia kedokteran tak seindah di film drama.Â
Aku kuliah kedokteran di salah satu universitas di Jakarta barat, lebih tepatnya almet bewarna merah maroon. Selama satu semester ini aku mendapatkan pengalaman belajar, di FK menggunakan sistem BLOK bukan sistem SKS seperti jurusan lainnya (aku gatau ya kalo FK lainnya). Semester 1 ada Blok Belajar Sepanjang Hayat (BSH), Biomedik 1 (BM1) dan Biomedik 2 (BM2). Di blok BSH aku belajar bagaimana cara berkomunikasi yang benar antara pasien dan dokter, membuat video promosi tentang  potokol kesehatan COVID-19 5M, namun dipilih salah satu saja dari 5M tersebut bahkan sudah diperkenalkan tentang jurnal kedokteran dan penulisan skripsi yang dimana harusnya masi butuh 4 semster lagi. Di Blok BSH ini juga aku kaget sudah belajar tentang anatomi osteologi. Cukup kaget untuk aku yang sudah tidak belajar tentang bahasa latin selama 4 tahun (karena memang sebelumnya aku kuliah di jurusan fakultas Ilmu komunikasi). Awalnya biasa saja karena ada ujian Tulis, Praktikum, KKD dan pleno. Yang gatau pleno, pleno adalah sebuah diskusi mahasiswa seluruhnya dan ada 1 kelompok yang akan mempersentasikan hasil diskusinya dan tentunya ada tutor yang menemani. Untuk pemicunya sendiri sudah ditentukan oleh kampus. Dan alhamdulillah aku mendapatkan hasil yang cukup baik di blok BSH ini karena aku mempunyai basic komunikasi.
Selesai Blok BSH masuklah kedalam BM1, di BM1 ini udah mulai cape karena perpindahan blok, mau tidak mau 2 minggu setelah ujian harus dihadapkan lagi Ujian Tulis dan tidak lupa anatominya menjadi lumayan susah yaitu belajar tentang otot manusia dari atas sampai bawah. Karena aku sudah lelah dengan ujian dan belajar di blok BSH dan yeah aku remed ujian anatomi, ujian tulis tidak lupa remedial hahaha. Â Tapi di BM1 ini gaada KKD atau Keterampilan Klinis Dasar. Oiya, untuk 1 blok bisa kena 6-7 minggu. Aku banyak remedial di BM1 ini karena memang mungkin akunya saja yang bodoh ? HAHAHAHA. Tapi aku agak berusaha di BM1 ini melawan kemalasan aku karena ketua Blok di BM1 ini sangat baikk sebelum aku ujian remedial aku belajar dari jam 9 malem sampai jam 2 pagi dan tidur 1 jam bangun lalu sholat tahajud dan belajar lagi sampe subuh. Hal lucu aku di BM1 ini adalah aku sampai nangis karena ketua blok BM1 ini sangat baik. Ketua blok BM1 adalah dr. sony. Terima kasih ya dok <3.
Selesai di BM1, aku masuk ke BM2. Di BM2 ini aku benar-benar ngerasain yang namanya lelah banget belajar, aku ga semangat sama sekali buat belajar. BM2 ini sudah ada KKD TTV (Tanda-tanda vital) meliputi Tekanan Darah, Cek Nadi, Cek Suhu Tubuh, Frekuensi Nafas. di BM2 ini prakteknya ga sebanyak di BM1 dan pemicu sama plenonya banyak banget sampai 4. Anatomi di BM1 ini belajar tentang topografi manusia meliputi arteri,vena, seperti kabel tubuh manusia jika lihat di buku sobotta hahaha. Aku punya cerita konyol saat sedang ujian praktikum anatomi ke 2, waktu aku sedang fokus ujian di soal nomor 2 tiba-tiba layar laptop aku blue screen. Panik? Jelas. Takut gagal blok? Gausa ditanya. Aku murung selama 2 hari dikamar karena takut ga dikasi kesempatan remedial. Oiya, di BM2 ini aku selalu nangis, aku memang lemah ya. Selain suka nangis aku suka sakit juga, tiba-tiba pusing kayak dipukul terus badan aku suka tiba-tiba demam dan lemes banget. Bahkan sampai aku menulis ini aku masih sakit menahan pusing dan mual.Â
Hal yang aku kesal belajar di FK adalah disaat jurusan lain sudah libur dari 2 minggu yang lalu FK masih belajar 4 minggu lagi hahaha, enaknya di FK gaada UTS dan UAS cuma ya ga enaknya ujian tiap blok terus bahkan 2 minggu selesai ujian akan ada ujian lagi bahkan temen aku sampai kesal mendengar aku yang sibuk ujian mulu :). Jangankan teman ku, aku aja juga kesal. Pokoknya yang ga suka ujian mulu tolong dipikir ulang untuk masuk FK atau memaksakan anaknya untuk masuk FK, serius deh jangan paksa anakmu dengan keinginan "pengen punya keluarga dokter" atau bisa "nolong orang". Selain effort uang, mental mahasiswa FK di uji banget. Aku pun nanti sebisa mungkin jika punya anak ga aku saranin untuk menjadi dokter. Memang mulia kerja jadi dokter namun effort saat pre klinik sangatlah menahan jiwa, bahkan aku sampai diagnosis depresi mayor saat masuk BM1. Ga semua jadi dokter itu kaya ya, karena memang tujuan awal dokter adalah menolong sesama. Bahkan aku pernah mendapat cerita saat sudah lulus menjadi dokter dan kerja di klinik dia hanya digaji 2.000 perpasien karena menggunakan bpjs, tidak sebanding dengan effort saat kuliah.Â
Kalau memang kamu ingin masuk FK ya kamu harus kuat mental, fisik, jam tidur dan kesehatan. Selama 1 semester ini sudah banyak teman aku yang tidak melanjutkan pre-klinik ini karena memang sangat berat. Kamu harus membagi waktu antara belajar, tugas, belom tugas rumah, kalo ikut organisasi pun juga harus membagi waktu lagi. Sejauh ini jujur aku sudah cape, aku engen lulus saja sudah lebih dari cukup. Menjadi dokter tidak semudah itu, mangkanya aku sangat respect dengan dokter karena sudah melewati banyak rintangan, dunia preklinik, koas, internship, ujian tak kenal waktu. Mangkanya aku suka kasian sama dokter yang salah dikit saja dihujat sama pasien.
Jadi, dari tulisan aku ini, aku mohon jangan paksakan anakmu atau dirimu mengikuti egomu hanya karena ingin mempunyai keluarga dokter atau menaikan derajat keluarga. Jangan buat dirimu atau anakmu sedih hanya karena tidak menjadi dokter, semua pekerjaan bagus dan baik asal dijalani dengan ikhlas, gaada pekerjaan yang jelek kecuali merugikan orang lain. Untuk membantu orang lain tidak musti menjadi dokter.Â
Tetap semangat ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H