Mohon tunggu...
prisma susila
prisma susila Mohon Tunggu... Human Resources - Semoga menghibur

sekolah alam semesta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Belajar Politik dari Permainan Tradisional

1 Februari 2017   22:23 Diperbarui: 1 Februari 2017   22:29 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru-baru ini kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia disibukkan dengan dunia politik. Bahkan sampai sibuknya, setiap perbincangan selalu membahas politik. Dari anak-anak yang baru selesai puber sampai para sesepuh masyarakat. Hal ini pun layaknya wabah yang sedang menjangkit orang-orang. Saling memberikan tularan satu sama lainnya.  

Ada hal yang menarik sebenarnya. Dari banyaknya percakapan sederhana sampai kaum-kaum yang mengaku intelektual ada sepotong kata yang menarik. Menarik benak dan pikiran saya. Kata-kata itu ialah “panggung politik”. Lantas saya pun berpikir gila dengan munculnya kata-kata ini. Sampai akhirnya muncul beberapa pertanyaan-pertanyaan sederhana. “kalau hanya panggung kenapa harus sebercanda seperti ini?”, “kalau hanya panggung kenapa banyak sekali peran yang dimainkan oleh setiap orang didalamnya?.

Kenapa harus sebercanda seperti ini? Yah, bagaimana tidak ketika masih banyak orang kesulitan untuk makan dan minum. Pabrik-pabrik dari aktor ini rela mengeluarkan uang untuk memberikan atribut pada artisnya. Bayangkan lagi jika satu artis harus mencetak satu benner untuk gambar dirinya dengan ukuran 1x1 saja. Pabrik artis itu harus mengeluarkan uang Rp. 18.000. Bayangkan lagi itu hanya untuk satu orang, andai saja itu dibelikan beras sudah dapat 1,5 Kg beras jika 1 Kg dengan harga Rp.10.000. lucunya adalah dalam benner itu tertulis “akan mensejahterahkan rakyat”.

Kenapa banyak sekali peran yang dimainkan? Kadang-kadang jadi penjahat kadang-kadang menjadi dewa penolong. Seolah-olah membantu raktyat dengan meninjau pekerjaan pekerjaanya. Namun dengan jutaan kamera dan layar-layar sinar untuk memperelok dan mempercantiknya. Sangat sulit dipahami lagi adalah ketika artis itu seolah-olah memegang kendali dia berhak memarahi orang yang telah lama mengabdi kepada negeri ini puluhan tahun. Bukan sangat disayangkan, orang yang dipermalukan itu mencari suapan nasi untuk keluarganya.

Dari banyaknya kelucuan dan peran yang dimainkan kenapa tidak sekalian belajar politik dari permainan tradisional. Mungkin saja dengan menggunakan konsep-konsep yang ada dipermaian tradisinonal, kita dapat berpolitik seutuhnya Indonsesia. Coba kita lihat anak-anak yang bermain permainan tradisional, selalu mementingkan kceriaan bersama, persaudaraan dan sportifitas. Tak ada anak yang bermain dengan permainan tradisional menaruh dendam pada temannya. Karena mereka sadar tanpa ada temannya dia tidak akan mendapatkan lawan sekaligus teman bermain. Lantas permainan apa yang dapat digunakan untuk berpolitik.

  • Bentengan

Permainan dimana mementingkan kerja sama tim untuk saling menjaga bentengnya. Mereka berlari kesana kemari hanya untuk dapat menjaga bentengnya dan merebut benteng lawan. Namun setelah permaianan selesai, mereka langsung bercanda gurau dan saling bercerita kenapa mereka kalah. Sehingga mereka seolah-olah telah mengevaluasi cara bermainnya. Kalau diambil pelajaran, mungkin seperti ini. Boleh saja saling menyerang benteng-benteng. 

Tetapi ketika permainan selesai, saling menevaluasi diri. selanjutnya saling bertukar, kalah menerima menang dan mengikuti tawanya. Untuk yang menang mempersilahkan tertawa bersama. Sehingga bekerja bukan lagi saling sodok sana sini. Saat ini waktunya bekerja bersama permainan itu telah selesai.

  • Eklek

Kalok dalam permainan ini, pemain diharuskan menggunakan satu kakinya dan tidak boleh menggunakan alat bantu. Kalau dalam dunia politik mungkin yang bisa dijadikan pelajaran adalah kadang seorang harus merasakan orang-orang yang tidak mendapatkan kesempatan sama. Harus dengan keteguhan hati dalam melangkah, tak peduli ada yang menolong atau tidak asalkan bisa mencapai tujuan bersama.

***

Yah mungkin itu saja saya sampaikan. Tulisan ini mencoba mengajak setiap orang untuk lebih peduli terhadap nasib-nasib permainan tradisional. Karena banyak sekali nilai-nilai yang dapat dipetik dari sebuah permainan sederhana dari permainan tradisional. Tidak menafikkan lagi memang setiap orang saat ini telah terpengaruh oleh permaina modern. Tetapi juga harus diingat bangsa ini bukan besar dari anak-anak ya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun