Mohon tunggu...
Jon A Masli
Jon A Masli Mohon Tunggu... Insinyur - Penggiat Investasi dan UMKM

Jon Masli adalah profesional praktisi Perusahaan, khususnya dibidang Pengembangan Usaha, Penata Manajemen Korporasi, Go Public dan Pelobby investasi asing.

Selanjutnya

Tutup

Money

Isu Korupsi Putra Cawapres Amerika

26 Oktober 2020   11:41 Diperbarui: 26 Oktober 2020   11:48 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Debat Presiden AS yang kedua kalinya beberapa hari yang lalu diramaikan dengan serangan bertubi-tubi presiden urakan nan kontroversial Trump kepada Joe Biden. Donald Trump mengangkat fakta investigasi FBI tentang kasus korupsi putranya Joe Biden, Hunter Biden yang dituduh menerima suap dari pemerintah Ukraina, Rusia dan Cina sejumlah lebih kurang $10 juta.

Ketika nobar bersama dengan para tetangga "yang pro Trump", mereka berjingkrak kegirangan melihat jagoannya membantai Joe Biden. Apalagi melihat bahasa tubuh Joe Biden yang merah padam ketika tuduhan korupsi anaknya di besar-besarkan Donald Trump. Malam debat itu memang lebih seru dari debat pertama yang membosankan. Media AS pun seperti CNN dan Fox yang berseberangan mengakui dan memprediksi tuduhan presiden kontroversial dan urakan Trump kepada Joe Biden yang terkesan santun, akan sedikit banyak menggerogoti elektabilitas Joe Biden yang putranya sudah di cap koruptor oleh sebagian masyarakat AS terutama dari kubu pendukukung Trump. Apalagi laptopnya Hunter Biden telah di temukan ratusan email yang mengarah menuju kebenaran tuduhan itu. Tinggal FBI yang masih intensive menginvestigasi laptop itu memberi konklusinya. 

Sempat salah seorang tetangga saya yang pro Trump bertanya "Jon, would you, vote for JB whose son is a corrupt guy? What about in your country, is it a big deal?" Dengan tersipu-sipu saya jawab "of course not, Bill,  but corruption in our country is not extra ordinary thing like you guys here... " Tapi sambil  bercanda saya jelaskan bahwa masalah korupsi sudah biasa dinegeri kami, business as usual. Kalau korupsi $10 juta dolar yang dituduhkan ke Hunter Biden itu kecil, kelas teri dibandingkan kasus-kasus mega Korupsi di Indonesia yang sering sudah terlupakan. Memang orang-orang Amrik masih terkesan naif soal negara lain. De facto memang di AS, isu korupsi menjadi faktor penentu elektabilitas seorang capres atau cawapres. Apalagi apabila nanti temannya Hunter Biden yang sudah masuk penjara itu bernyanyi membuka rahasia dealingnya dengan negara-negara tadi. Elektabilitas bapaknya akan terancam.

Lain ladang lain belalang. Kalau di Indonesia mega korupsi pun terkadang dapat dikelola sedemikian rupa sehingga dapat terlupakan. Namun, di AS akan menjadi penentu catatan permanent record yang tak terhapuskan karena hukumnya condong lebih berdiri tegak tajam keatas dan kebawah. Jikalau minggu depan isi laptop Hunter dibongkar dan memuluskan FBI untuk mengkonfirmasi tuduhan Korupsi, kubu Trump bakal diuntungkan. Debat kedua juga sempat membuat Joe Biden terpancing masalah sikapnya tentang isu lingkungan hidup yang moderator angkat. Beliau menjawab dengan tegas akan mempersulit industri minyak dan gas dengan menginjak gas renewable energy walau mahal. Hal ini membuat jutaan warga AS panik karena ketergantungan besar lapangan kerja disektor migas. Sementara Donald Trump yang dari dulu tidak respect dengan Paris aecord menyikapi nya seperti dulu dimana beliau mendahulukan kepentingan pelaku bisnis. Dari debat ini kedua nya unggul untuk hal-hal umum lain nya seperti health care, pajak, foreign policies yang berimbang termasuk Hal penanganan pandemi Covid. Tapi isu korupsi putranya Joe Biden, niat Joe Biden ingin menaikkan pajak perusahaan dan mendorong energi baru terbarukan  akan mempengaruhi elektabilitasnya Jon Biden yang lagi unggul. Ditambah lagi orasi Joe Biden selama kampanye ini tidak mendapat sambutan positif oleh pendukung-pendukung Demokrat, beda seperti presiden Obama dulu yang memang jago berorasi dan memberdayakan LSM Organizing for America (OFA) yang demokrat militant grass roots.

Ada lagi satu isu konyol tapi relevan yang diangkat Trump waktu debat kedua, bahwa Joe Biden  jelas ingin menjadikan AS  negara sosialis. Isu inipun berkembang santer ketika tokoh-toko agama Kristen di AS menterjemahkan Joe Biden dan Kamala Harris akan membuat kebijakan-kebijakan melawan prinsip agama Kristen alkitabiyah. Isu ini bertambah heboh lagi ketika beberapa bulan ini beredar isu di medsos bahwa Demokrat mendukung aborsi dan LGBT yang haram di Alkitab. Tapi de facto polling Joe Biden tetap tinggi bahkan sudah unggul lebih dari 10 point dari Trump. Diatas kertas Joe Biden bakal menang.

Siapapun pemenangnya, tidak akan berdampak banyak bagi Indonesia, kecuali soal konflik Laut Cina Selatan, karena kebijakan foreign policies Amrik tetap akan dikendalikan pabrikan senjata seperti Martin Marietta,  Northrop Grumman, Raytheon dll. Kunjungan Menhan Prabowo dan kedatangan Menlu AS Mike Pompeo yang mewakili Republican jelas sudah ingin agar Indonesia jangan dekat dengan China. Demikian juga dengan penempatan Dubes Amrik untuk Indonesia, Sung Yong Kim, yang immigran Korea besar di Los Angeles, mantan Dubes AS di Filipina dan Korea,  yang terkenal berpengalaman menangani kepentingan AS diberbagai negara Asia. Sung, diplomat terdidik  lulusan London School of Economics jurusan Political Science dan University of Pennsylvania. Jelas sudah arahnya si Pompei, hegemony AS.Target misinya Sung menjaga kepentingan USA mengimbangi pengaruh Cina di South China Sea. Walaupun bila Joe Biden yang menang nanti, mungkin saja beliau akan menurunkan tensi ketegangan dengan China, perang dagangpun bakal mereda. Tapi Congress oposisi yang  partai Republican pasti akan menjegalnya.

Kita berharap siapapun presiden AS yang terpilih, investasi AS tetap akan masuk ke Indonesia dan produk-produk Indonesia, khususnya produk-produk UMKM kita diberi kesempatan Ekspor masuk ke pasar AS. Amin.

Oleh: Jon A. Masli (Penggiat Investasi & UMKM)
Los Angeles, 25 Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun