Mohon tunggu...
Andika_SAM
Andika_SAM Mohon Tunggu... Insinyur - Mahasiswa S2 Rekayasa Energi Terbarukan

Kreatifitas dan Berpikir Kritis adalah dua dari tiga sisi mata uang. Satu sisinya lagi adalah Persepsi. Paham durian mana yang enak atau nggak.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

"Sadarkah Anda Sedang Kami Pelajari?" kata AI

26 Desember 2024   03:50 Diperbarui: 25 Desember 2024   19:06 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Industri 4.0 (Sumber : aptika.go.id)

Pernah sekali waktu saat memasuki fasilitas transportasi kereta api di daerah Gambir, penulis mengantri barisan entry pengenalan wajah. Ini kali kedua setelah penulis pertama kali mendaftarkan wajahnya di gerbang masuk salah satu gardu induk level objek vital nasional. Turun di Stasiun Semarang, menjelang keluar dari area titik penjemputan, penulis membuka aplikasi salah satu ojek online lalu berangkat menyusuri kota menuju penginapan. Terlihat banyak titik strategis di jalanan yang dipasangi kamera CCTV pengawas lalu lintas memantau pengendara yang melanggar rambu atau batas kecepatan.

Apa yang saya ceritakan barusan kelihatan biasa saja, bukan? Anda akan menjawab ya jika itu sudah jadi pengalaman biasa sehari-hari yang otomatis tak jadi atensi. Namun ini amazing bagi saya yang berstatus penimba ilmu di Institut Teknologi Sepuluh Nopember sembari memecut otak mendapatkan inspirasi topik penelitian (thesis) di bidang Rekayasa Energi Terbarukan. Siang hari yang cerah itu, saya menonton sebuah Sang Fenomena sedang mempertontonkan prestasi.

Mengutip dari laman aptika.kominfo.go.id, era 2000 kita sudah memasuki fase industri 4.0. Dimana ada lima teknologi yang menjadi pilar utama progresi industri, yakni: Internet of Things, Big Data, Cloud Computing, Additive Manufacturing, dan yang terakhir adalah apa yang penulis deskripsikan sebagai "Sang Fenomena" yaitu Artifisial Intelligence atau Kecerdasan Buatan. Peningkatan terasa signifikan pada akhir tahun 2010-an ketika semakin banyak industri yang mengandalkan penyimpanan cloud, mengandalkan mega-data, cognitive computing, dan juga serba internet. AI atau Kecerdasan Buatan menjelma bak kapten tim bagi aspek Industri 4.0 lain untuk bekerja efektif karena dia memungkinkan sistem kita berjalan otomatis dan pintar layaknya dikomandoi manusia. Seperti semua hal yang bersifat "baru" tak jarang orang mengalami metathesiophobia padanya. Kendatipun begitu, Kecerdasan Buatan wajib kita kuasai atau paling tidak, ya, kita pelajari.

Mari kita bicarakan salah satu penerapan AI paling lazim; Visual Recognition. Visual artinya diindera secara optik/ditangkap dengan sensor kamera menangkap Wajah (Facial Recognition), Objek (Object Detection), atau Tulisan (Text Detection). Teknologi ini memampukan komputer mengenali dan memahami objek, kondisi, dan aktivitas dalam gambar maupun video layaknya mata bagi kepala manusia. Tidak main-main, hingga kini AI sudah berperan di bidang: Autonomous Vehicle, Layanan Kesehatan, Penjualan dan Pemasaran, Keamanan dan Pertahanan, Robotika, Agrikultur, dan lain sebagainya. Agar tak melebar, kita angkat lagi cerita di awal artikel perihal Implementasi Facial Recognition di bidang keamanan (Security & Surveillance). Sistem Gerbang Otomatis berbasis Kenal-Wajah sudah lama digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar seperti PT. PLN (Persero), ada juga Automatic-Vehicle yang mampu menyetir sendiri mengikuti programmed-path seperti di kampus ITS. Jangan lupa mungkin Anda punya ponsel dengan wewenang akses berbasis wajah user atau pernah menonton Iron Man dengan JARVIS-nya yang "mengucap salam" setiap kali Tony Stark masuk ruang lab?

Tony Stark & Jarvis (Sumber : Quirkybyte.com)
Tony Stark & Jarvis (Sumber : Quirkybyte.com)

Memahami Kecerdasan Buatan itu sama saja seperti menitipkan cara berpikir manusia kedalam suatu device yang dibekali perangkat input dan output untuk menghasilkan hasil yang diharapkan. Untuk mengawinkan cara berpikir manusia dengan mesin, digunakanlah Algoritma (tentu pada akhirnya harus dijembatani oleh Bahasa program). Seymour Lipschutz dan Marc Lipson, dua pakar matematika dan komputer, mendefinisikan algoritma sebagai langkah demi langkah yang finite (terhingga) dibentuk oleh sekumpulan instruksi yang didefinisikan secara jelas dan dirancang untuk memecahkan masalah. Algoritma di dunia Kecerdasan Buatan sungguh bervariasi, terbentang mulai dari Fuzzy Logic, Neural Network, Harris Hawk, Genetic Algorithm, dan lain-lain. Spesifik untuk pengolahan citra gambar dan video dalam Visual Recognition terdapat suatu sub-kelas Neural Network yang disebut CNN atau Convolutional Neural Network—suatu algoritma yang bersaudara dekat dengan Recurrent Neural Network (RNN) yang ideal untuk analisis teks dan percakapan.

Dalam pengembangannya, suatu sistem ber-artifisial intelligence, mesin dilatih memahami dataset yang diberikan sebagai bahan belajar (training). Algoritma dilatih menggunakan Deep Learning Machine yang tersedia di platform developer penulisan program masing-masing seperti di VS Code maupun Google Collab. Penulis pernah menggunakan YOLO dari Roboflow untuk menyiapkan database gambar yang sudah ditraining agar siap dicerna oleh program. YOLO (You Only Look Once) adalah model deep learning berbasis CNN yang dikembangkan oleh Ultralytics yang prinsip kerjanya mengenali objek berdasarkan bounding box atau frame/bingkai dalam gambar. Training dilakukan dengan memberikan multisampel dari satu objek dengan beragam instances atau gesture yang beragam; miring, tegak, dari atas, terbalik, terpotong sebagian, berkedip, dll. Semisal untuk satu orang terdaftar, kita butuh menginput paling tidak belasan gambar. Tujuan training ini semata-mata untuk membiasakan algoritma agar mampu mengenali suatu objek dan membedakannya dengan sampel lain sehingga meskipun objeknya digeser, diubah-ubah, atau dimodifikasi dari bentuk semula, sistem masih menghasilkan pengenalan yang akurat.

Bound Box Labelling (Sumber : medium.com)
Bound Box Labelling (Sumber : medium.com)

Output yang ditampilkan dari suatu pengenalan wajah bersifat unik dan spesifik. Seketika setelah menangkap citra gambar, program lalu menginstruksikan algoritma CNN pada YOLO untuk mencocokkan, sistem kemudian menampilkan bounding box dengan label persentase tingkat keyakinan tertentu bergantung kejelasan tangkapan kamera. Faktor ini dependen terhadap pose dan lighting quality dan bermuara pada keberhasilan prediksi. Gambar diatas menunjukkan output display pengenalan wajah dengan label akurasi tercantum di sudut kanan atas.

Implementasi AI terasa krusial mendukung kecepatan pekerjaan yang membutuhkan repetisi dan kompleks. Dalam agenda besar Indonesia Emas 2045, penulis memandang Artifisial Intelligence dapat dimanfaatkan untuk mencerdaskan bangsa asal digunakan dengan baik. Masih banyak opportunity and space yang tersedia jika manusia mau mengembangkan kecerdasan buatan untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Berbicara tentang perubahan selanjutnya, terbersit pertanyaan: apakah kita mampu mengimbangi perkembangan zaman dan melampauinya atau; malah tergerus dan memilih berlindung dibalik rasa enggan dan distopia inferioritas?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun