Mohon tunggu...
Priska Zahra
Priska Zahra Mohon Tunggu... -

mahasiswa komunikasi atma jaya yogya yang masih mencari jati diri dan impian. hobinya nonton film dan bikin film..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menanggapi & Menganalisis Menyoal Etika Jurnalisme Kontemporer: Belajar dari OhmyNews Oleh Yohanes Widodo

27 April 2011   17:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:19 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Nama Kelompok :

Henderina Apriyani Marcus (03516)

Eko Febri Asi Panggabean (03578)

Ratih F.K.A (03634)

Priska Zahra Ramdyastuti (03647)

Pardosi Evi Maria (03656)



“Jurnalisme online memiliki kecenderungan lain. Karena faktor mengejar kecepatan dan aktualitas, pemberitaan pada jurnalisme online sering kali berdasarkan isu yang sering tidak jelas sumbernya, tidak berdasarkan fakta. Tak jarang informasi tersebut merugikan beberapa pihak karena tidak jelas kebenarannya dan kurang cover both sides. Padahal, cover both sides ini penting agar masyarakat bisa bersikap netral dan tidak menghakimi pemberitaan yang dibacanya. Pemberitaan secara cover both sides membuat media tetap dalam posisi yang netral dan tidak berpihak. Media hanya bertugas menyampaikan informasi secara seimbang, tanpa keperpihakan. Media tidak boleh mencampurkan opini dan menghormati asas praduga tak bersalah (Priyambodo, 2008). Jurnalisme online yang berbasis pada jurnalisme konvensional, memiliki media cetak ataupun memiliki ilmu jurnalistik, masalah kredibilitas ini relatif tidak menjadi masalah karena sumber berita pasti dapat dipertanggungjawabkan. Masalah ada pada jurnalisme warga yang dikelola oleh mereka yang tidak memiliki ilmu jurnalistik dan tidak memiliki standar yang jelas. Kredibilitas belum menjadi kunci utama dan sedikit terabaikan bagi berlangsungnya jurnalisme warga”.

Jurnalisme warga sering kali dianggap tidak kredibel karena tidak cover both sides, dan kerapkali isi dalam jurnalisme online tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan media cetak pun tidak melakukan cover both sides, seperti halnya pada media Tempo Interaktif tentang kasus penelitian komunikasi UGM terhadap pemberitaan di Tempo. Dalam satu beritanya, Tempo tidak menerapkan cover both sides dimana pemberitaan tersebut hanya menghadirkan narasumber dari pihak Tempo dan tidak ada pihak UGM yang dikonfirmasi. Hal ini tidak hanya terjadi pada satu kasus tersebut, kita juga dapat menemukan banyak media mainstream yang tidak melakukan cover both sides dalam pemberitaannya misalnya kasus lumpur Lapindo di TV One dan lain-lain. Semua tergantung pada kepentingan media tersebut. Pasti ada keberpihakan dalam pemberitaan sesuai dengan ideologi media dan kepentingan lainnya. Oleh sebab itu, tidak hanya jurnalisme warga saja yang tidak melakukan cover both sides dan tidak seimbang. Tetapi juga dilakukan oleh media mainstream.

Media tradisional selama ini dianggap tidak mewakili aspirasi atau tidak menyentuh aktivitas warga.

Media tradisional seperti koran, tv dan radio selama ini menurut kami sudah mulai mewakili aspirasi warga. Terbukti dengan adanya surat pembaca dan opini di media cetak. Pada media penyiaran juga seringkali dalam programnya melibatkan partisipasi warga seperti dialog interaktif, sms, telepon dan polling. Seperti apa yang dilakukan program Seputar Indonesia yang melakukan polling mengenai Pro Kontra Pembangunan Gedung DPR yang baru dan hasilnya adalah 93% menolak dan 7% menerima. Dalam hal ini, media tradisional bukan tidak sama sekali mewakili aspirasi melainkan terbatas. Hal ini dikarenakan adanya kepentingan dan ideologi media jika dibandingkan dengan jurnalisme warga yang sangat terbuka pada aspirasi dan aktivitas warga.

Menurut studi Pew Internet & American Life Project (Lemaan, 2006), dari 12 juta bloger di AS dan tiga per empat persen mengatakan bahwa blog adalah bentuk jurnalisme.

Di Amerika, blog masih belum bisa dikatakan sebagai jurnalisme. Begitu pula dengan Indonesia yang notabene masih 25% melek internet dan tidak secara aktif menggunakan blognya. Sekalipun memiliki blog, isi dari blog tersebut belum bisa dikatakan jurnalisme karena kebanyakan berisi tentang opini, perasaan dari penulis. Sama seperti analisis yang dilakukan di kelas jurnalisme online yang lalu. Dari beberapa blog yang dianalisis, hanya terdapat satu sampai dua blog yang berisi laporan peristiwa dan itu pun masih disisipi dengan opini atau pendapat.

Upaya yang bisa atau harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan eksistensi jurnalisme warga di Indonesia antara lain :


  1. Dibuat UU (undang - undang) yang mengatur secara khusus tentang jurnalisme warga danjurnalisme online dalam new media misalnya mengenai pencemaran nama baik, sarkasme, rasisme dan lain-lain.
  2. Disediakan wadah bagi jurnalisme warga yang tidak dibuat oleh media mainstream seperti Kompas, Liputan 6 atau yang lainnya melainkan dari Persatuan Wartawan-Wartawan Senior yang tergabung dalam satu organiasi seperti PWI atau AJI.
  3. Warga boleh turut serta dalam pemberitaan suatu peristiwa tetapi akan didampingi oleh jurnalis senior yang bertindak sebagai editor. Berita-berita yang diupload akan diedit oleh editor sesuai kode etik dan elemen-elemen jurnalisme. Selain itu, berita-berita tersebut juga dapat dikomen oleh pembaca sehingga akan lebih berimbang dan layak disebut jurnalisme.
  4. Anggota jurnalisme warga harus terdaftar dengan identitas yang jelas dan lengkap sehingga jika ada kesalahan bisa langsung berhubungan dengan penulis.
  5. Dalam media jurnalisme warga tersebut sebaiknya disediakan beberapa kolom seperti kolom opini, ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain – lain. Dengan demikian, pembaca diharapkan dapat memilah berita mana yang akan mereka akses.
  6. Sebaiknya diadakan pelatihan dasar jurnalistik kepada jurnalisme warga yang telah terdaftar sehingga pengetahuan jurnalisme mereka dapat bertambah.
  7. Kepada warga pengguna atau pengkonsumsi internet dihimbau untuk tidak melakukan plagiarism dan lebih diteliti dalam memilih referensi. Dengan adanya media jurnalisme warga ini, diharapkan kepentingan warga untuk menjadi bagian jurnalisme dapat tercapai dan kebutuhan warga akan informasi yang akurat dapat terpenuhi.
  8. Diberikan reward bagi warga yang produktif dan memberikan berita yang sesuai dengan jurnalisme, sehingga warga termotivasi untuk memberikan berita yang layak dan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun