Mohon tunggu...
Priska Puspita
Priska Puspita Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

perempuan dari kota kecil bernama "Jember"

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Bukan Lagi Betinamu

8 Juli 2014   21:05 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:59 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku membuka sepetak kamar, dan segalanya masih rapi ditempatnya masing – masing meski debu sudah begitu tebal menyelimuti.

Cukup lama sepertinya, aku meninggalkan ruangan ini dalam persembunyian karena kegagalan untuk menguasai diri.

Lebih maju aku melangkah…

Ada gitar yang bersandar didekat candela, sepertinya ia juga menyimpan rindu..

Barisan buku – buku masih begitu rapi di atas meja, dan dua gelas kosong sudah berisi debu juga tak berpindah.

Semuanya diselimuti debu..

Begitu juga ranjang yang sudah mulai lusuh ini, ditambah bau tak sedap dari rangkaian mawar yang sudah mengering bahkan membusuk…

Begitu lama aku meninggalkan ini, begitu lama aku lari dari kenyataan.

Ketika aku buka kamar ini di waktu yang lalu..

Dengan memabawa senyuman..membawa cinta..kasih  dan segala perasaan terindah yang pernah bersarang di dada..

Seketika itu juga perasaan yang indah itu terasa begitu menyesakkan, begitu mencekik,,

Bukan dia yang seharusnya kau nyanyikan dengan gitarmu..

Bukan dia yang seharusnya tersenyum manja padamu…

Bukan dia yang seharusnya memelukmu

Dan….

Bukan dia yang seharusnya menerima kejantananmu di atas ranjang itu…

Bagimana janji yang kita tangguhkan di hadapan Tuhan kita?

Bagimana tentang rencana – rencana masa depan? Tentang pesta – pesta besar?

Tentang senyuman dari bayi – bayi mungil? Tentang kehidupan hingga rambut kita memutih?

…dan maaf menjadi angin yang hanya lewat begitu saja.

Hey Pejantan,

Apa yang bisa dibenahi dari cermin yang sudah pecah?

Sudah tak akan lagi sama…

Lihat itu, jarum jam sudah tidak berdetak…dia sudah enggan memberitakan waktu.

Dan lihat debu – debu ini…semakin tebal menutupi semua, bahkan aku berharap ia bisa mengubur segalanya.

Tenang – tenanglah kau di dalam pelukannya, bersuka citalah kau diantara tawanya, berkeringatlah kau diantara kedua selangakangannya…

Aku tidak akan datang dengan menangis mengiba dan memintamu sembuhkan luka yan sakitnya begitu luar biasa ini.

Aku juga tidak akan datang mengejutkanmu seperti kala itu.

Bukan aku yang akan membuatmu tau bagaimana lelahnya mengobati luka…

Berkhianat telah menjadi pilihanmu, itu artinya kau menyerahkan diri pada karma Tuhan yang tidak pernah bisa dielakkan…

..biar saja debu – debu semakin tebal, membuat segalanya semakin tak terlihat, terkubur dan hilang…

..aku, bukan lagi betinamu.

-Iriadini, Jember-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun