Mohon tunggu...
Priska Nandra
Priska Nandra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Haruskah Kita yang Mengaku Umat Islam di Syahadat Ulang?

18 Februari 2018   22:23 Diperbarui: 18 Februari 2018   22:27 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebelumnya saya harus berterima kasih kepada Prof. Sumanto. Karena berkat tulisan beliau lah saya jadi terpancing untuk berpikir perihal yang saya tuangkan dalam tulisan berikut ini. Ya,, Sumanto Al Qurtuby (beliau ini bukan seorang kanibal yang sempat viral beberapa tahun kemarin ya.. Hehe). 

Beliau adalah seorang dosen, penulis dan pegiat media sosial juga. Jujur saja, saya belum pernah membaca tulisan beliau dalam bentuk buku. Tetapi saya lumayan sering membaca postingan postingan beliau di media sosial. Beliau adalah salah satu pegiat media sosial yang bagi saya lumayan produktif melahirkan tulisan tulisan nya, walaupun ada juga beberapa tulisan beliau yang kurang saya sukai karena bagi saya tulisan tersebut juga potensial menimbulkan perpecahan umat yang gagal paham terhadap pemikiran beliau.

Dan baru baru ini saya sedikit tergelitik oleh salah satu tulisan beliau yang berjudul: Fenomena "Kristen Salafi" Anabaptis. Dan berikut adalah kutipan salah satu paragraf tulisannya:

Nama "Anabaptis" ini konon diberikan oleh rival-rival mereka. Fenomena ini kurang lebih sama dengan sebutan "Protestan" atau "Wahabi" yang juga awalnya disematkan oleh orang luar.

Secara harfiah, Anabaptis berarti "pembaptisan ulang" karena kelompok ini yang semula berkembang di Eropa pada abad ke-16 dan 17 beranggapan bahwa pembaptisan menjadi Kristen yang dilakukan sejak bayi/anak-anak (infant baptism) dianggap tidak sah, tidak valid, "tidak teologis", atau menyalahi aturan Kitab Suci. Menurut mereka, pembaptisan harus dilakukan ketika orang yang bersangkutan menyadari diri dan dengan suka rela bersedia dibaptis. Dengan kata lain, pembaptisan yang valid harus dilakukan ketika orang yang bersangkutan sudah akil-balig atau dewasa, bukan ketika masih anak-anak.

Nah,,, Dari tulisan ini muncul lah pertanyaan yang bagi saya cukup krusial untuk di diskusikan, terutama bagi kawan kawan yang juga punya pemikiran yang kira kira sama dengan tulisan di atas, bahwa dalam agama Islam pun, umat islam yang belum pernah ber Syahadat (yang pada dasarnya adalah syarat utama dalam memeluk Islam) dengan penuh kesadaran penghayatan dan pemaknaan serta dilakukan dengan suka rela, maka harus ber Syahadat ulang.

Sekarang, kita coba pahami arti dari kata 'bersaksi' yang ada dalam kalimat Syahadatain terlebih dahulu. Menurut KBBI, Bersaksi berarti menyatakan (mengakui) dengan sesungguhnya. Ini berarti bahwa, kita menyatakan (mengakui) dengan sesungguhnya bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Dan bagi saya sendiri, dalam menyatakan atau mengakui dengan sesungguhnya ini, harus lah dilakukan dengan penuh kesadaran penghayatan pemaknaan dan tanpa paksaan (suka rela). Karena logikanya, tidak ada orang yang menyatakan atau mengakui sesuatu tanpa kesadaran.!

Selanjutnya timbul lah lagi pertanyaan, apakah semua dari kita yang mengaku Islam sudah pernah bersyahadat dengan penuh kesadaran penghayatan pemaknaannya dan dilakukan dengan suka rela??? Dan ini juga berarti, jika ada yang mengaku sudah memeluk Islam sejak lahir, maka dia harus di pertanyakan kembali perihal keislaman nya. Karena tidak ada satupun manusia (kecuali diantara Nabi) yang lahir dimuka bumi ini langsung miliki kesadaran, baik secara jasmani maupun rohani. Hehe

Nah,, Jika narasi yang di pahami seperti ini, berarti umat islam yang belum ber Syahadat dengan penuh kesadaran penghayatan pemaknaannya serta di lakukan dengan suka rela, maka harus bersyahadat ulang (di mu'alafkan) dong..?? Hehe

#pujangga_amatir

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun