Mohon tunggu...
Priscilia Panti Meyrina
Priscilia Panti Meyrina Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Saya sangat tertarik dengan seni, desain, iklan, digital media, dan literasi media digital. Penulis naskah serial animasi pengembangan karakter anak Baby Vampy yang tayang di YouTube Komsos Keuskupan Agung Semarang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sampul Coklat: Dahulu dan Sekarang

15 Januari 2014   14:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:49 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampul kertas merupakan kertas yang mempunyai kemantapan ukuran, mutu lipat, dan keuletan dengan permukaan yang khusus untuk sampul (KBBI, 2008). Sampul ini terdapat berbagai macam jenis, salah satunya adalah sampul kertas cokelat. Sampul kertas cokelat sering juga disebut sampul cokelat oleh masyarakat sebagai penyederhanaan pengucapan. Sampul kertas cokelat disebut sampul cokelat karena sampul ini memiliki warna dominan, yaitu coklat, pada permukaan sampul.

Sampul cokelat ini merupakan sampul yang berbahan kertas. Kertas yang digunakan sebagai bahan sampul merupakan barang lembaran dibuat dari bubur rumput, jerami, kayu, dan sebagainya. Sampul ini biasa diberi tulisan atau dihias dengan gambar untuk menarik pembeli. Sampul cokelat ini bisa dikatakan sampul yang paling sederhana diantara sampul-sampul yang lain. Karena sampul ini hanya memuat gambar sederhana (tidak rumit), pesan verbal berupa pepatah atau peribahasa, kolom identitas pemilik buku pada bagian depan sampul cokelat ini. Pada bagian belakang sampul, biasanya terdapat daftar mata pelajaran yang terdiri dari kolom hari Senin hingga Sabtu dan baris jam mata pelajaran kesatu hingga ketujuh. Beberapa sampul cokelat menampilkan Pancasila pada bagian belakang sampul, lengkap dengan Lambang dan kelima sila Pancasila. Warna yang digunakan juga sederhana, bahkan hanya ada satu warna yaitu hitam, untuk menghias sampul ini.

Sampul ini memiliki fungsi utama sebagai pembungkus buku. Selain berfungsi sebagai pembungkus buku, sampul ini memiliki fungsi tambahan yaitu sebagai penghias dan merapikan buku. Membungkus buku dengan sampul mampu menambah keawetan sebuah buku. Buku yang dilapisi oleh sampul cokelat, dapat membantu pengguna untuk lebih rapi menuliskan identitas pemilik dan daftar mata pelajaran. Kerapian sangat sedap dipandang, sehingga sampul ini menjadi primadona di kalangan anak sekolah.

Sampul cokelat menjadi sangat populer di era tahun 90-an. Kepopuleran sampul ini dilatar belakangi oleh seringnya sampul ini digunakan sebagai sampul buku pelajaran siswa-siswi yang masih bersekolah. Khususnya adalah anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Kerap kali para guru mewajibkan siswanya untuk membungkus bukunya dengan sampul cokelat.

Sampul cokelat ini memiliki pesan verbal serta pesan visual. Pesan verbal biasanya berupa pepatah, peribahasa Indonesia yang kaya akan makna, dan ajakan untuk rajin belajar. Peribahasa dalam KBBI adalah kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu. Biasanya peribahasa yang digunakan seperti, “Rajin-Rajinlah Belajar”, “Gapailah Cita-citamu Setinggi Langit”, “Tong Kosong Berbunyi Nyaring”, “Rajin Pangkal Pandai” dan lain sebagainya. Dengan menampilkan peribahasa, pepatah, dan ajakan untuk belajar di bagian depan sampul ini, akan menambah makna yang terkandung dan mampu dicermati dan dihayati oleh pengguna sampul.

Selain menggunakan pesan verbal, sampul ini mempercantik tampilan dengan menambahkan pesan visual. Pesan visual ini biasanya menampilkan gambar yang sesuai dengan pesan verbal sampaikan. Tak jarang visualisasi yang ada di sampul ini menggambarkan seorang siswa dan siswi memakai seragam sekolah lengkap. Siswa dan siswi tersebut tampak sangat bagus mengenakan seragam dengan rapi. Selain menggambarkan sepasang pelajar, biasanya pesan visual pada sampul, ditambah dengan atribut-atribut pendukung belajar mengajar. Pesan visual ini, mampu menggambarkan sasaran pengguna sampul cokelat ini. Gambar seperti sangat banyak menghiasi sampul coklat di era tahun 1990-an.

Gambar 1. Sampul Cokelat di era 1990-an

(http://www.google.com/imgres?q=sampul+coklat&start)

Melihat sampul cokelat yang sangat populer dengan desain yang sedemikian rupa di era tahun 90-an, tentunya ada hal yang melatar belakangi lahirnya sampul cokelat ini. Di era 90-an, di Indonesia, terjadi berbagai peristiwa. Diantaranya adalah program menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa ibu (bahasa pertama). Hal ini didasari oleh rendahnya masyarakat yang menggunakan bahasa Indonesia menjadi bahasa pertama dalam dialog sehari-hari. Dalam buku Heritage Indonesia, disebutkan prosentase penduduk Indonesia yang mengerti bahasa Indonesia, pada tahun 1970 hanya 40% penduduk mengaku mengerti bahasa Indonesia meskipun tidak menjadikannya bahasa yang utama. Pada tahun 1980 meningkat menjadi 60% dan di tahun 1990 menjadi 67% masyarakat yang mengerti bahasa Indonesia.

Menurut sensus penduduk nasional tahun 1980 hanya 17.505.303 jiwa yang menganggap bahasa Indonesia menjadi bahasa pertama. Di tahun 1990 meningkat menjadi 27.055.488 penduduk Indonesia yang mengganggap bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama (Heritage Indonesia, 2002). Melihat data tersebut, pemerintah melakukan kampanye penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama.

Kampanye dilakukan dengan berbagai cara dan media, salah satunya adalah memperkenalkan pepatah, peribahasa melalui sampul cokelat. Sampul cokelat yang hampir setiap hari dipandang oleh pelajar, dirasa mampu untuk membantu pelajar mengenal peribahasa, pepatah dalam bahasa Indonesia. Dengan “berinteraksi” langsung dengan sampul yang menampilkan peribahasa, pepatah, mampu menanamkan nilai-nilai positif pada pelajar, terutama dalam hal penggunaan bahasa Indonesia.

Nilai-nilai positif di dalam pesan verbal sampul mampu membawa dampak yang baik bagi para pelajar. Pelajar setidaknya dapat menambah kosa kata dalam bahasa Indonesia dan tentunya akan mengerti arti dari karya sastra yang ditampilkan pada sampul cokelat. Pada tahun 1990 dalam Heritage Indonesia, dikatakan bahwa di bangku Sekolah Dasar terdapat 9,31% siswa menggunakan bahasa, dan 90,69% siswa menggunakan bahasa Indonesia. Pada bangku Sekolah Menengah Pertama sebanyak 69,56% siswa menggunakan bahasa Indonesia dan selebihnya menggunakan bahasa daerah. Pada jenjang Sekolah Menengah Atas 50,74% siswa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dan sisanya menggunakan bahasa daerah. Melihat prosentase tersebut, dapat dikatakan bahwa sampul cokelat membawa peran penting dalam perkembangan kemajuan berbahasa Indonesia dan menanamkan nilai moral yang baik.

Peribahasa yang ditampilkan pada sampul diharapkan dapat menghantar generasi muda yang mahir berbahasa. Memahami pesan yang tersampaikan pada peribahasa tidaklah mudah, maka dibutuhkan pengingat, pengulangan yang terus menerus, untuk membawa pesan peribahasa dalam benak dan perilaku sehari-hari.

Pesan verbal yang syarat akan pesan positif ini didukung dengan tampilan visual pada sampul cokelat. Visual yang sangat sederhana menampilkan sepasang pelajar ini ingin mengajak masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Di era 1990-an pemerintah juga ingin memerangi permasalahan buta huruf, maka menyampaikan pesan dengan visual. Tampilan visual yang menampilkan pelajar ingin menyadarkan masyarakat untuk mau belajar agar tidak terjajah oleh kebodohan. Penyampaian pesan melalui visual sangat mudah diterima oleh segala lapisan masyarakat. Apalagi penggambaran yang ditampilkan sangatlah rapi dan tampak sangat terpelajar.

Gambar sepasang pelajar ini juga menandakan kesetaraan gender. Baik pria maupun wanita diperbolehkan bersekolah. Seluruh warga negara berhak mencicipi bangku sekolah dan menjadi lebih pintar. Visual ini juga membuka pintu pemikiran modern yang hadir di Indonesia. Di era sebelum tahun 1990-an banyak kaum wanita yang tidak diperbolehkan sekolah, di era yang baru tersebut (1990-an) diharapkan manpu membawa perubahan sudut pandang dan menjadikan wanita dapat bersekolah.

Kondisi dimana rakyat dituntut untuk semakin maju dan semakin pintar ialah guna mendukung bergeraknya program-program modernisasi dan industrialisasi dijalankan. Program-program tersebut membutuhkan banyak tenaga ahli, sehingga kesadaran akan belajar dan penanaman paham bahwa belajar merupakan suatu kewajiban semakin digalakkan. Semangat-semangat untuk maju tampak dalam pesan verbal dan visual yang terkandung dalam sampul cokelat ini. Banyakknya informasi, mata pelajaran yang beragam, perkembangan teknologi, mampu memajukan pola pikir masyarakat. Tidak hanya pola pikir yang berkembang desain dan selera berkesenian masyarakat pun ikut berkembang.

Sampul coklat ini juga dirasa mampu menjadi media untuk pendisiplinan masyarakat, terutama pelajar. Dengan jumlah sampul yang semakin banyak, maka pengulangan pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator akan semakin sering dilakukan. Terkadang pendisiplinan memang tidak nyaman dan terasa sangat “kaku”, namun dengan pendisiplinan yang tepat akan menghasilkan pribadi yang tangguh. Pendisiplinan dengan “mewajibkan” siswa memakai sampul coklat bertujuan untuk mengontrol dan mengajarkan akan perilaku hidup rapi, santun, dan pandai berbahasa. Pendisiplinan menggunakan sampul coklat ini untuk mewujudkan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik. Bentuk pendisiplinan macam ini sudah tidak ditemui lagi pada tahun 2000.

Sejak masa Reformasi tahun 1998, industri-industri yang telah dikembangkan oleh pemeritah mengalami ‘goncangan’ akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan (Agus Sachari: 2007). Krisis ekonomi memang terjadi di Indonesia, namun penemuan lain sedang tercipta di belahan bumi lainnya. Penemuan tersebut adalah internet. Dengan perkembangan teknologi dan informasi yang mampu semakin membuka wawasan masyarakat dan mampu membuka kesadaran desain, maka desainpun menjadi semakin maju.

Sampul cokelat kini semakin banyak desainnya dan beragam, bahkan beberapa telah menambahkan berbagai warna untuk membuat tampilan lebih menarik. Sampul yang desainnya bertransformasi menjadi lebih modern ini, tentunya tidak menghilangkan esensi pokok dari sampul cokelat terdahulu. Peribahasa dan pepatah tetap ada sebagai pesan verbal. Bahkan, ditemukan sampul cokelat edisi “University of Arkansas”.

Semakin banyaknya informasi global yang masuk, memberikan dampak yang sangat besar. Selera masyarakat semakin berkembang dan beragam. Terutama anak-anak yang sangat mengidolakan tokoh kartun kesayangan. Anak-anak biasanya ingin mempunyai berbagai barang yang menampilkan gambar tokoh idolanya. Hal tersebut tidak ditemukan di sampul cokelat di era 90-an, dan anak-anak berpaling ke sampul buku yang lebih modern dan menarik bagi mereka.

Walaupun dari segi desain lebih menarik, sayangnya saat ini sampul cokelat sudah susah dijumpai di toko-toko buku. sampul cokelat dipandang sudah tidak modern karena berwarna gelap dan kurang menarik. Sampul cokelat ini tergerus oleh sampul yang lebih modern yang lebih berwarna-warni dan menampilkan tokoh kartun idola anak-anak. Bahkan, buku zaman sekarang sudah tidak memerlukan pembungkus berupa sampul, karena covernya sudah didesain semenarik mungkin. Berbagai upaya untuk bertahan hidup juga dilakukan oleh sampul coklat. Beberapa produsen telah meluncurkan edisi dengan visual tokoh kartun idola para anak. Namun sampul cokelat ini jumlahnya semakin sedikit, walaupun harga sampul ini sudah begitu murah (Rp 150,00-Rp 400,00). Harga yang begitu murah menunjukkan minat beli konsumen sudah mulai berkurang terhadap sampul coklat ini.

13897709151012503393
13897709151012503393
13897710061267630572
13897710061267630572
13897710632092310012
13897710632092310012

1389771154465639286
1389771154465639286
13897712141574571912
13897712141574571912
13897712681022365418
13897712681022365418

13897713181353146790
13897713181353146790

Gambar 2. Sampul Coklat pada masa kini

(koleksi penulis)

Berbagai macam desain baru telah ditampilkan pada sampul coklat yang baru, namun, bila dilihat lebih lanjut nilai estetikanya sedikit berkurang. Visual yang kurang sesuai dengan peribahasa yang ditampilkan akan mengurangi pesan yang terkandung dalam peribahasa. Bahkan yang lebih ekstrim adalah sampul yang menampilkan gambar pose yang kurang sopan, seperti gambar visual seorang perempuan yang duduk di atas tumpukan buku. Mengingat pengguna sampul ini adalah siswa sekolah dasar, maka tampilan semacam itu dirasa kurang pantas, karena siswa sekolah dasar masih pada tahapan melihat dan meniru.

Visual yang ditampilkan dalam sampul coklat yang modern ini tampak tidak mencerminkan semangat belajar seorang pelajar. Pergeseran-pergeseran visual yang kurang sesuai dan peribahasa yang jarang diucapkan ini mungkin menambah daftar penyebab berpalingnya minat beli masyarakat.

Sayang sekali bila sampul buku yang kaya akan nilai moral yang baik semakin hari semakin punah. Menilik dari manfaat dan kegunaan serta dampak positif yang mampu dibawa oleh sampul cokelat, sebaiknya sampul coklat ini dilestarikan dengan menambah kualitas desain agar lebih menarik. Sampul buku yang mampu membantu mendisiplinkan siswa dan mengajak para pelajar rapi ini, layak untuk dilestarikan.

Sampul merupakan salah satu karya Desain Komunikasi Visual yang banyak beredar di masyarakat. Desain yang sejatinya merupakan hasil dari kebudayaan dan perkembangan masyarakat, tampak pada gaya desain sampul cokelat ini. Perubahan sampul cokelat ini dapat menandakan bahwa masyarakat Indonesia bertransformasi dan mengalami sadar desain.

Penggambaran pesan visual dan pesan verbal pada sampul cokelat sebaiknya disesuaikan agar tersampainya pesan lebih mengena pada khalayak. Penggambaran akan pepatah dan peribahasa (karya sastra) sebaiknya disesuaikan. Karena karya sastra merupakan karya yang indah dan ‘agung’, dan seharusnya dari segi visual mampu menggambarkan karya sastra tersebut tanpa mengurangi makna yang terkandung di dalamnya.

Karya desain (pesan visual) dan karya sastra (pepatah, peribahasa) yang terkandung di sampul cokelat ini merupakan hubungan yang erat dan tidak terpisahkan. Hubungan antara dua karya yang spektakuler ini mampu menggambarkan bagaimana perkembangan budaya bangsa dan menjadikan sampul cokelat menjadi salah satu karya ‘artefak’ penanda zaman.

Kesimpulan

1.Desain sampul coklat berubah seiring berjalannya waktu.

2.Minat beli masyarakat berkurang, namun sampul coklat ini masih bertahan.

3.Terjadi penurunan nilai yang ditampilkan oleh sampul coklat.

4.Desain visual yang ditampilkan harus selaras dengan peribahasa yang ditampilkan pada desain sampul coklat agar makna yang terkandung tidak menjadi bias.

5.Sampul coklat dapat menjadi salah satu artefak penanda zaman.

Daftar Pustaka

Heritage Indonesia tahun 2002

Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008

Sachari, Agus, 2007. Budaya Visual Indonesia. Jakarta: Erlangga

http://www.google.com/imgres?q=sampul+coklat&start

http://imakhasin.blog.unsoed.ac.id/2012/06/08/kajian-kebudayaan-media-dan-relasi-kuasa/

http://en.wikipedia.org/wiki/Power_(social_and_political)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun