Tahukah anda apa definisi dan konsep manusia dalam pandangan setiap manusia itu sendiri. Berbicara tentang manusia maka yang tergambar dalam fikiran adalah berbagai macam perspektif, ada yang mengatakan masnusia adalah hewan rasional (animal rasional) dan pendapat ini diyakini oleh para filosof. Sedangkan yang lain menilai manusia sebagai animal simbolik. Ada yang lain menilai tentang manusia adalah sebagai homo feber dimana manusia adalah hewan yang melakukan pekerjaan dan dapat gila terhadap kerja. Manusia dapat disebut sebagai homo sapiens, manusia arif memiliki akal budi dan mengungguli mahluk yang lain. Manusai juga dikatakan sebagai homo faber hal tersebut dikarenakan manusia tukang yang menggunakan alat-alat dan menciptakannya. Salah satu bagian yang lain manusia juga disebut sebagai homo ludens (mahluk yang senang bermain), (K. Bertens, Panorama Filsafat Modern, 2005).
Terlebih-lebih dahulunya ada beberapa filsuf yang menyatakan teori dan konsepnya tentang manusia. Berikut ini akan dibahasa secara mendalam untuk memudahkan pemahaman pembaca.
*Karl max yang menyatakan bahwa manusia membuat kerja hidupnya menjadi objek kehendak dan kesadarannya. Manusia berproduksi secara universal bebas dari kebutuhan fisik, ia baru produksi dari yang sesungguhnya dalam kebebasan dari kebutuhannya, berhadapan bebas dari produknya. Manusia dalam bekerja secara bebas dan universal, bebas I dapat bekerja meskipun tidak merasakan kebutuhan langsung, universal dikarenakan ia dapat memakai beberapa cara untuk tujuan yang sama. Dipihak yang lain ia dapat menghadapi alam tidak hanya dalam kerangka salah satu kebutuhan. Oleh sebab itu menurut Marx manusia hanya terbuka pada nilai-nilai estetik.
*Paulo Freire menyatakan bahwa manusia merupakan satu-satunya mahluk yang memiliki hubungan dengan dunia. Tindakan dan kesadaran manusia bersifat historis manusia membuat hubungan dengan dunianya bersifat epokal, yang menunjukan disini berhubungan disana, sekarang berhubungan masa lalu dan berhubungan dengan masa depan. Manusia menciptakan sejarah juga sebaliknya manusia diciptakan oleh sejarah (Denis Collin, Paulo Freire Kehidupan, Karya dan Pemikirannya, 2002). Bagi Freire dalam memahami hakekat manusia dan kesadarannya tidak dapat dilepaskan dengan dunianya. Hubungan manusia harus dan selalu dikaitkan dengan dunia dimana ia berada. Dunia bagi manusia adalah bersifat tersendiri, dikarenakan manusia dapat mempersepsinya kenyataan diluar dirinya sekaligus mempersepsikan keberadaan didalam dirinya sendiri. Manusia dalam kehadirannya tidak pernah terpisah dari dunidan hungungganya dengan dunia manusia bersifat unik. Status unik manusia dengan dunia dikarenakan manusia dalam kapasistasnya dapat mengetahui, mengetahui merupakan tindakan yang mencerminkan orientasi manusia terhdap dunia. Dari sini memunculkan kesadaran atau tindakan otentik, dikarenakan kesadaran merupakan penjelasnan eksistensi penjelasan manusia didunia. Orientasi dunia yang terpuasat oleh releksi kritiuas serta kemapuan pemikiran adalah proses mengetahui dan memahami. Dari sini manusia sebagaiu suatu proses dan ia adalah mahluk sejarah yang terikat dalam ruang dan waktu. Manusia memiliki kemapuan dan harus bangkit dan terlibat dalam proses sejarah dengan cara untuk menjadi lebih (Siti Murtiningsih, Pendidikan sebagai Alat Perlawanan, 2004).
Seiring berjalannya waktu, di abad 20 muncullah seorang filsuf yang bernama Jean Paul Sartre. Di mana ia terkenal dengan teori eksistensialisme yang dikembangkan pada masanya. Siapakah manusia menurut Sartre? Di dalamnya mengandung empat unsur penting dalam teori di dalam bukunya “Existensialism is a Humanism” dan Being and Nothingness .
1. Eksistensi Mendahului Esensi
Eksistensi mendahului esensi (Existence comes before Essence) merupakan salah satu konsep penting dalam bangunan eksistensialime Sartre. Apa yang sekiranya dimaksudkan Sartre dengan konsep ini? Sartre sejatinya berupaya mengukuhkan subjektivitas manusia dan di sisi lain menendang jauh-jauh keberadaan Tuhan dengan segala argumentasi yang menyokongnya. Subjektivitas manusia dan keberadaan Tuhan seperti berada pada polaritas yang berbeda dan saling meniadakan subjektivitasnya, manusia mesti menyingkirkan Tuhan karena subjektivitas tak pernah bertoleransi dengan segala bentuk determinisme.
Dalam konsep ini Sartre mengibaratkan dan mengumpamakannya seperti ini “jika kita melihat sebuah pisau kertas, maka kita tahu bahwa pisau tersebut terrlah dibuat oleh seseorang yang mempunyai konsep pisau. Jadi sebelum pisau itu jadi, pisau tersebut telah dikonsepsikan menjadi suatu benda yang mempunyai maksud tertentu dan dibuat dengan suatu proses tertentu pula. Dengan begitu maka esensi pisau kertas telah ada sebelum pisau itu ada. Mengenai manusia menurutnya keadaannya berbeda, ia ada dan baru eksistensinya tampak.
2. Bad Faith
Dalam bukunya Being and Nothingness, Sartre mendeskripsikan sebuah fenomena di dalam kesadaran manusia. Sartre mengungkapkan bahwa kesadaran manusia selalu ditandai oleh ketiadaan. Ia memisalkan seperti ini, dalam pertanyaan-pertanyaan yang diutarakan terhadap manusia. Setiap seseorang mengungkapkan pertanyaan, termasuk pertanyaan filosofis tentang hidupya sendiri, ia selalu dihadapkan pada kemungkinan jawaban negatif.
Dalam tiap-tiap pertanyaanya sartre menjelaskan ada 3 poin penting: (1) non-being of knowing in a man,ascara sebeb (2) the possibility of non-being of being in transdencent being, (3) non-being of limitation.
3. Being for Others
Sartre berpendapat bahwa terdapat 3 cara berada atau bereksistensi. Di antaranya yaitu: (1) being in it-self, (2) being for it-self, (3) being for others. Sartre menganggap hubungan antar manusia hanyalah sebuah bentuk konflik. Di hadapan otang lain hanya menjadi sebuah objek yang ada di dalam dunianya, bukan lagi subjek di dalam dunia saya sendiri. Hanya dengan pandangannya, orang lain dapat mengobjektifikasi saya dan menimbulkan rasa malu dari diri saya.
4. Kebebasan dan tanggung jawab
Menurut sartre, bertindak berarti “to arrange means a view of an end”. Yang dimaksud sartre adalah di setiap tindakan yang manusia lakukan akan selalu ada hasil atau akhir yang diantisipasi. Ia menambahkan bahwa tidak ada aksi yang disengaja. Dalam setiap tindakannya, manusia diwajibkan untuk sebebas-bebasnya memilih proyek-proyek yang fundamental untuk hidupnya. Teorinya tentang kebebasan ini juga mendasari keputusan Sartre untuk menjadi seorang atheis. Menurut Sartre dengan kebebasan yang besar datanglah tanggung jawab. Sartre juga menambahkan bahwa dengan pilihan yang dibuatnya, maka tanggung jawab juga tidak akan bisa lepas dari individu tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H