Mohon tunggu...
PRISCEILLA BUNGASWARA
PRISCEILLA BUNGASWARA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Belajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Implementasi PPN PMSE di Tanah Air: Sudahkah Efektif untuk Optimalisasi Pemungutan Pajak dari Belanja Online?

14 Januari 2024   08:15 Diperbarui: 14 Januari 2024   08:20 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pendanaan terhadap sebagian besar kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah untuk bangsa dan negara kita adalah melalui APBN. Dana tersebut bersumber dari penerimaan yang sebagian besar berasal dari sektor pajak. Salah satu jenis pajak yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

Fakta yang mendukung bahwa pajak ini menyumbangkan pendapatan yang cukup besar bagi negara adalah data dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia bahwa penerimaan PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) hingga akhir Juli 2023 tercatat sebesar Rp 417,64 triliun atau 56,21% dari target. 

Angka tersebut merupakan angka yang cukup besar berpengaruh pada peningkatan pendapatan negara. Lantas, apa yang dimaksud PPN? Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dipungut oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan, dan Pemerintah yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) atas transaksi jual-beli Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP). 

Pajak ini merupakan pajak objektif sehingga pihak yang membayarkan pajak tidak perlu menyetorkan langsung kepada negara, melainkan melalui pihak yang memungut/memotong PPN. 

Singkatnya, apabila diilustrasikan kita membeli air mineral di minimarket tentu kita juga membayar pajak kepada pemerintah melalui minimarket tersebut (dimasukkan ke dalam harga beli). Sejak 1 April 2022, berdasarkan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, tarif PPN adalah 11%.

Apabila kita mengkritisi lebih jauh dari transaksi-transaksi yang kita lakukan setiap hari, tentu kita tidak lepas dari belanja online. Di era digitalisasi yang serba mudah ini, belanja online di e-commerce sudah merajalela. Lantas, apakah belanja secara online ini juga dikenakan pajak? Atau jangan-jangan, pemerintah luput untuk melacaknya sehingga tidak dikenakan pajak?

Transaksi belanja secara online yang marak dilakukan masyarakat di masa kini merupakan ladang yang cerah bagi pendapatan negara yang akan berdampak secara langsung maupun tidak langsung bagi kesejahteraan bangsa. Namun, itu bukan semata-mata hanya untuk kepentingan penerimaan negara. 

Pemberlakuan pajak pada transaksi secara elektronik dapat melindungi industri dalam negeri melalui pengenaan pajak pada transaksi elektronik yang pelaku usahanya berasal dari dalam maupun luar negeri. Dengan ini, pelaku usaha dalam yang melakukan transaksi secara konvensional juga dapat bersaing secara adil karena harga jual setelah kena pajak tidak lebih mahal dibanding harga pada transaksi elektronik.

Stabilisasi iklim persaingan usaha yang sehat dan maksimalisasi pada penerimaan negara mendorong pemerintah untuk memberlakukan PPN PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Dengan Sistem Elektronik dan dilaksanakan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK. 03/2020. Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan adalah sebesar 11 % dan mulai berlaku sejak 1 Juli 2020.

Beberapa hal yang dikenai PPN PMSE yaitu produk dan jasa digital. Produk digital merupakan barang tidak berwujud berbentuk informasi elektronik atau digital terdiri dari barang hasil konversi atau pengalihwujudan ataupun barang yang secara original berbentuk elektronik, tidak terbatas pada multimedia, piranti lunak, atau data elektronik. Sedangkan jasa digital ialah jasa yang dikirim melalui internet atau jaringan elektronik, bersifat otomatis atau melibatkan sedikit campur tangan manusia, serta tidak mungkin untuk memastikannya tanpa ada teknologi informasi, termasuk tidak terbatas pada pelayanan jasa berbasis piranti lunak. Produk dan jasa tersebut diantaranya langganan streaming film, streaming music, aplikasi dan games digital, dan jasa online.


PPN PMSE sangat penting diterapkan di Indonesia karena sebelum diterapkan pajak tersebut, pemerintah tidak bisa melakukan optimalisasi perpajakan pada sektor ini sehingga terjadi potensial loss pada penerimaan negara. Potensi pajak yang seharusnya dapat diterima menjadi salah satu bagian dari penerimaan negara menjadi tidak dapat terlacak. Tidak hanya pemerintah, pelaku usaha dalam negeri juga turut merasakan kerugian atas ketidakadilan persaingan yang terjadi.

Pelaku usaha PMSE yang menjadi pemungut PPN PMSE memiliki kriteria yaitu memiliki nilai transaksi dengan konsumen Indonesia lebih dari Rp. 600.000.000 per tahun atau Rp. 50.000.000 per bulan atau memiliki traffic lebih dari 12.000 per tahun atau 1000 per bulan


PPN PMSE menjadi sumber penerimaan negara yang membuktikan adanya optimalisasi pada potensi pendapatan negara. Pemberlakuan pajak ini juga mejadi bukti bahwa sektor PMSE menyumbang penerimaan yang cukup signifikan bagi negara. Pada tahun 2020 saat pertama kali diberlakukan (tarif mengikuti PPN kala itu 10%), penerimaan PPN PMSE sebesar Rp. 731,4 miliar. 

Pada tahun 2021 (tarif 11%), penerimaan naik menjadi Rp. 3,90 triliun, dilanjut pada tahun 2022 sebesar Rp. 5,51 triliun, dan meningkat menjadi Rp. 4,43 triliun sepanjang Januari-Agustus 2023. Hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah Perusahaan yang memenuhi kriteria dan ditunjuk sebagai pemungut PMSE.

Pemberlakuan PPN PMSE dibuktikan dapat mengoptimalisasi penerimaan negara secara signifikan. Hal ini juga diimbangi dengan optimalisasi iklim persaingan usaha yang sehat sehingga pelaku usaha dalam negeri dan luar negeri baik dari transaksi konvensional maupun elektronik dapat mencapai target pasarnya di Indonesia dengan lebih adil.

 Transaksi online atau elektronik yang saat ini marak dilakukan sebagai bagian dari kehidupan bangsa Indonesia pun tidak menjadi sektor yang luput dikenai pajak. Dengan pemberlakuan pajak ini, diharapkan dapat mendorong perekonomian Indonesia lebih baik kedepannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun