Mohon tunggu...
Prisca Ryan
Prisca Ryan Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi membaca, mendengarkan cerita

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Bias Geder dalam Film Gadis Kretek

12 Januari 2024   00:17 Diperbarui: 12 Januari 2024   00:29 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://asset.kompas.com/crops/R5BfyaYV8qVzxCtQQdpxN2tkVhE=/18x37:1077x743/1200x800/data/photo/2023/11/07/6549b1ed42ced.png

Bias gender merupakan istilah yang merujuk kepada kondisi yang memihak atau merugikan salah satu gender sehingga menimbulkan diskriminasi gender. Lebih singkatnya bias gender menempatkan Laki-laki dan Perempuan sebagai korban di tempat yang salah. Perilaku bias gender muncul karena terjadinya ketidak setaraan dan ketidak adilan gender akibat sistem dan struktur sosial yang menempatkan Laki-laki dan Perempuan pada posisi yang merugikan

seperti contoh yang terjadi dalam struktur sosial bahwa laki-laki dianggap superior, lebih mampu dan lebih kuat dibanding Perempuan yang dianggap lemah lembut dan tidak bisa mengerjakan yang biasa dikerjakan oleh laki-laki.

Fenomena tersebut juga terjadi dalam film series Gadis Kretek yang di mana salah satu tokoh Perempuan bernama Dasiyah yang merupakan anak dari pengusaha Kretek yang bernama Idrus Muria, Idrus Muria tidak mempunyai anak laki-laki sehingga dia mengandalkan pada anak perempuannya untuk membantu mengelola Perusahaan kreteknya.

Dasiyah mempunyai cita-cita membuat saus kretek terbaiknya untuk mengembangkan Perusahaan ayahnya. Meskipun Dasiyah diberi peran sebagai mandor di pabrik ayahnya, dasyiah mempunyai batasan-batasan dalam pekerjaannya. Salah satunya dasiyah tidak diperkenankan masuk ke dalam ruang yang dimana tempat untuk meracik saus kretek. Alasanya Dasiyah adalah seorang Perempuan yang tidak boleh ikut campur dalam meracik saus kretek, katanya jika ada campur tangan Perempuan maka kretek tersebut rasanya akan menjadi asam.

Di adegan lain Dasiyah menjadi korban dari lingkungannya kerap kali di gunjing oleh orang-orang kampung bahwa Dasyiah lebih baik menikah atau bukannya Perempuan diam di rumah saja tapi malah mengurus kretek. Hal tersebut yang membuat Dasiyah gigih melawan anggapan dan streotip bahwa Perempuan hanya bisa diam saja di rumah dan menikah.

Dasiyah juga menjadi korban kedua orang tuanya dia dijodohkan oleh kedua orang tuanya kepada seorang anak pengusaha kretek yang bernama Seno Aji, dengan tujuan menjalin hubungan antar Perusahaan maka Dasiyah lah yang menjadi korban ayahnya, dengan ketidak mampuan Dasiyah melawan kedua orang tuanya maka dengan hati yang bergejolak Dasiyah pasrah dengan keadaannya, walaupun hatinya untuk seseorang yang bernama Soraya.

contoh kasus yang sesuai dengan topik adalah " Dua Garis Biru" 

film ini membuka ruang untuk analisis mengenai bagaimana gender diangkat dalam konteks kehamilan remaja. Artikel ini akan mengeksplorasi dan menganalisis bagaimana "Dua Garis Biru" mencerminkan dan mungkin memperkuat bias gender, dengan merujuk pada teori feminisme dan interaksionalisme simbolik.

Sejak awal, karakter perempuan dalam film ini, yang dihadapkan pada kehamilan remaja, cenderung ditonjolkan sebagai satu-satunya penanggung jawab utama terhadap konsekuensi yang muncul. Film ini menghadirkan stereotip tradisional yang mengharuskan perempuan menanggung beban moral dan tanggung jawab dalam situasi sulit seperti ini.

Pencitraan Karakter dan Stereotip
Satu aspek yang mencolok dalam "Dua Garis Biru" adalah bagaimana film ini menangani peran dan tanggung jawab karakter perempuan dalam situasi kehamilan remaja. Dengan merujuk pada teori feminisme, kita dapat memahami bagaimana film ini dapat memperkuat stereotip tradisional. Menurut teori feminisme, peran perempuan dalam masyarakat sering kali terjebak dalam norma-norma yang mendefinisikan mereka sebagai penanggung jawab utama dalam situasi-situasi sulit.

Film ini memberikan penekanan yang kuat pada karakter perempuan sebagai sosok ibu remaja yang harus bertanggung jawab atas konsekuensi kehamilan. Dalam perspektif feminisme, ini menciptakan gambaran yang dapat memperkuat norma sosial yang memposisikan perempuan sebagai satu-satunya pihak yang harus menanggung beban moral dan tanggung jawab dalam konteks kehamilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun