Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

New Public Service (NPS): Cara Pandang Baru Pemerintah

7 Maret 2016   21:15 Diperbarui: 7 Maret 2016   21:26 4703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekitar lima tahun yang lalu, masih kuingat jelas tatkala aku hendak mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) sebagai salah satu dokumen kelengkapan CPNS. Aku berusaha mengikuti prosedur dengan datang dulu ke Polsek terdekat untuk meminta surat pengantar. Aku datang pagi hari, ikut antrian, dan di loket aku disambut dengan muka jutek. Aku bertanya kenapa aku didiamkan. Petugas penjaga memarahiku karena aku memakai sandal. Aku disuruh pulang. Pukul satu aku datang lagi, kali ini dengan memakai sepatu. Tapi petugas penjaga itu belum ada. Kata rekannya, ia pulang makan siang. Kutunggu hingga jam 3 sore, ia tak datang juga. Rekannya yang lain bilang, biasa itu dia nggak akan balik ke kantor lagi sampai absen. Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Seseorang yang bicara peraturan tentang sandal justru mengabaikan peraturan tentang jam kerja.

[caption caption="Ilustrasi Konsultasi dengan Petugas Satuan Kerja (Padahal Itu Ahmad Fuadi). Dokumen Pribadi."][/caption]

Ketika bekerja, aku ditempatkan di Front Office Seksi Pencairan Dana. Tugasku melayani petugas satuan kerja, baik itu dalam memeriksa Surat Perintah Membayar (SPM), yakni dokumen yang digunakan untuk meminta pencairan dana APBN, maupun dalam melayani konsultasi terkait aplikasi dan peraturan perbendaharaan.

Ada-ada saja tingkah petugas satuan kerja. Pernah suatu sore, pukul 3 lewat, seseorang masuk menggunakan kaos dan celana pendek, bersandal jepit, mengantarkan SPM. Heran rasanya, seseorang di jam kerja, merepresentasikan kantor tertentu, datang untuk urusan kedinasan, tapi sebebas itu. Teringat kisahku dipermainkan polisi itu, ingin rasanya berlaku sama. Toh, kasus ini lebih keterlaluan. Dulu, aku bukan representasi kantor tertentu, dan aku tidak pakai sandal jepit. Namun, Kepala Kantorku yang biasa mengontrol kemudian menegur petugas satuan kerja itu. Ia memberi pengertian. SPM tetap maju ke mejaku untuk diperiksa saja, tetapi tidak dapat diproses. Untungnya, SPM itu masih memiliki kesalahan sehingga alasan pengembalian bukan karena sandal jepitnya saja.

Kantor-kantor pemerintah, organisasi publik, makin kini makin mengubah wajahnya. Kepolisian Republik Indonesia sendiri kini sudah memakai frasa “melindungi dan melayani”. Kementerian Keuangan bahkan sudah sejak lama meletakkan kata “Pelayanan” di kantor-kantor vertikalnya. Sebut saja Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC). Pelayanan bahkan menjadi salah satu nilai Kementerian Keuangan.

Dalam dinamika administrasi publik, pelayanan adalah ciri dari era yang disebut dengan New Public Service (NPS). Era ini mengubah cara pandang pemerintah yang sebelumnya dikenal dengan New Public Management (NPM), yang era sebelumnya lagi adalah Old Public Administration (OPA) yang kaku, mengatur dan berjarak kepada publik.

Ada 7 kunci pokok yang membedakan NPS dengan NPM maupun OPA:

1.      Serving, rather than steering. Peran penting yang berkembang dalam pelayanan publik adalah untuk membantu masyarakat dalam mengartikan atau memahami kepentingan mereka ketimbang mengatur atau mengarahkan masyarakat ke arah yang diinginkan pemerintah. Jadi, bukan tentang ya atau tidak, tapi pemerintah mengajak masyarakat untuk bersama-sama merumuskan apa yang harus dilakukan dan merealisasikannya.

2.      The public interest is the aim, not the by-product. Maksudnya, pemerintah harus terus-menerus mengenali kebutuhan masyarakat. Hari ini, pemerintah telah membuat sesuatu untuk masyarakat, tetapi zaman berubah, kebutuhan berubah, pemerintah harus dapat mengenali itu semua. Selain itu, dalam NPS, dituntut adanya tanggung jawab bersama. Masyarakat juga nggak boleh cuek atau malah merusak produk yang sudah ada. Sebagai contoh taman kota, juga barang publik apa saja. Di Kementerian Keuangan sendiri, ada banyak produk yang dihasilkan. Misal, Modul Penerimaan Negara (MPN) telah menjadi MPN-G2 guna memberikan pelayanan yang lebih baik. Atau juga Sistem Perbendaharaan Anggaran Negara (SPAN) yang awal kemunculannya banyak diragukan, namun lambat laun menuai banyak pujian karena dengan SPAN, negara dapat mengumpulkan banyak data dan menyederhanakan proses bisnis.

[caption caption="Produk Kemenkeu 2015. Sumber: Kemenkeu."]

[/caption]

3.      Think strategically, act democratically. Berpikir strategis berarti menyadari bahwa suatu kegiatan pasti memiliki hubungan dengan kegiatan lain, atau menuntut adanya sinergi antarorganisasi. Kemenkeu menyadari hal itu dengan mencanangkan layanan bersama antara 3 unit eselon I.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun