Dalam tulisan sebelumnya (Hitungan Matematis Kenaikan Harga Buku), penulis telah menjelaskan penyebab naiknya harga buku di awal triwulan ketiga 2015 lalu.
Permintaan IKAPI kepada Ditjen Pajak untuk menghapuskan pajak kertas, percetakan yang tidak dipenuhi, ditambah pengenaan PPN atas buku (kecuali buku impor nonfiksi, dan buku pelajaran) membuat harga buku bukannya semakin murah, malah semakin mahal. Hal itu menyebabkan minat baca masyarakat menurun karena kemampuan untuk membeli buku juga ikut menurun.
Saya tidak tahu apakah keukeuhnya instansi yang berwenang untuk tetap menjaring ikan-ikan kecil di lautan ini akan bertahan sampai kapan. Daripada mematikan populasi ikan-ikan kecil hingga tak bisa berkembang jadi ikan besar, sebaiknya mereka fokus untuk menjaring ikan yang besar saja.
Bukan itu yang membuat saya begitu kaget hari ini. Sebuah kritik datang dari seseorang di Jepang. Ia mengkritik pembagian persantase penghasilan buku di Indonesia yang katanya 45-50% untuk toko buku, 10% untuk distributor, 10% untuk PPN dan menyisakan 30-35% untuk penerbit. Hal itu belum dikurangi dengan royalti untuk penulis sebesar 7-15%. Yang nantinya tiap entitas, juga kena PPh.
Bagaimana di Jepang?Â
Sungguh mengejutkan!Â
Di sana toko buku hanya mendapatkan 20%, distributor 10% dan penerbit dan penulis 70%. Maka tak heran, sebuah penerbit di Jepang dapat begitu besar dan mentereng. Penulisnya bisa mendapat kekayaan dan kehormatan luar biasa (silakan lihat cerita Bakuman).Â
Keadaan itu juga membuat dunia literasi di Jepang berkembang pesat dan mapan.
Kapan itu terjadi di Indonesia? Entahlah.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H