Kamu pernah menghadapi permasalahan pertanahan? Aku pernah. Memang bukan masalah yang bagaimana-bagaimana, hanya saja kelengahanku saat membeli rumah dengan pengembang mengakibatkan proses penerbitan sertifikat hak milik menjadi lebih kompleks. Butuh banyak sumber daya untuk akhirnya dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.
Masalah pertanahan di Indonesia kerap kali terjadi. Bukan hanya yang levelnya pribadi, tetapi juga antarkorporasi, bahkan negara. Yang terbaru misalnya, soal pagar laut di Provinsi Banten, menyajikan fakta menarik bahwa wilayah yang dipagari tersebut sudah memiliki Hak Guna Bangunan. Dan tentu saja masih banyak polemik lain yang terkait pertanahan di Indonesia.
Bakda disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja, lahirlah Bank Tanah. Konsep Bank Tanah ini pada dasarnya menawarkan janji untuk mengatasi berbagai permasalahan pertanahan di Indonesia. Salah satu ketentuan yang terdapat pada Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang mulai berlaku terhitung 2 November 2020 lalu ialah tentang Pertanahan yang dimuat dalam  Bagian Keempat UU Cipta Kerja. Undang-Undang tentang Pertanahan tersebut menjelaskan kewenangan Negara dalam mengatur peruntukan, penggunaan dan pengelolaan tanah. Pengaturan mengenai pertanahan berinduk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Apa saja permasalahan tersebut?
Pertama, soal ketidakmerataan kepemilikan tanah: Tanah terkonsentrasi di tangan segelintir orang atau kelompok, sementara banyak masyarakat, terutama petani, tidak memiliki akses yang cukup. Kedua, soal proses pembebasan lahan yang rumit dan memakan waktu: Proyek pembangunan sering terkendala oleh proses pembebasan lahan yang panjang dan berbelit-belit. Dan ketiga, data pertanahan yang tidak akurat. Ketiadaan data pertanahan yang terintegrasi dan akurat menyulitkan perencanaan tata ruang dan pengelolaan lahan.
Bagaimana Cara Kerja Badan Bank Tanah?
Secara sederhana, Badan Bank Tanah berfungsi sebagai lembaga yang mengelola pertanahan. Secara sederhana, skema kerja Bank Tanah, antara lain merencanakan ketersediaan tanah untuk kepentingan umum, sosial, pembangunan, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, serta reforma agraria dan keadilan pertanahan. Ia bertugas untuk mengumpulkan data pertanahan dan melakukan pendataan yang komprehensif terhadap seluruh lahan di Indonesia. Bank Tanah juga membeli dan menjual tanah baik secara sukarela maupun melalui mekanisme tertentu, dan kemudian menjualnya kembali kepada pihak yang membutuhkan. Selain jual-beli, Bank Tanah juga menyewakan tanah kepada pihak yang ingin memanfaatkannya untuk jangka waktu tertentu. Pada intinya, Bank Tanah ini akan mengatur penggunaan tanah dalam hal membuat kebijakan dan aturan terkait penggunaan tanah agar lebih efektif dan efisien.
Namun, ada beberapa isu terkait Bank Tanah yang dikhawatirkan masyarakat, terutama dalam hal potensi pelanggaran hak-hak masyarakat. Ada kekhawatiran bahwa Bank Tanah akan mengambil alih tanah masyarakat secara paksa, terutama bagi mereka yang tidak memiliki sertifikat tanah. Hal ini tentu tidak kita harapkan terjadi.
Solusinya adalah keterbukaan informasi. Proses pengambilan keputusan di Bank Tanah perlu dilakukan secara transparan agar tidak menimbulkan kecurigaan. Kapasitas institusinya juga perlu ditingkatkan dengan perbaikan kualitas sumber daya manusia dan infrastruktur yang memadai untuk menjalankan Bank Tanah secara efektif. Eksistensi Bank Tanah perlu dibuat pengaturan yang ketat dalam peraturan pemerintah sebagai implementasinya agar semakin jelas eksistensinya dan dapat terkontrol secara baik oleh publik dalam hal transparansi dan akuntabilitasnya.
Bank Tanah memiliki potensi besar untuk mengatasi masalah pertanahan di Indonesia. Â Bank Tanah perlu dibuat pengaturan yang ketat dalam peraturan, keberhasilannya sangat bergantung pada bagaimana konsep ini diterapkan. Pemerintah perlu memastikan bahwa Bank Tanah dikelola secara profesional, transparan, dan akuntabel. Selain itu, perlu adanya partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses pengambilan keputusannya terkait pengelolaan tanah.