Aku melihatmu membelikan es krim
Pada dua anak kecil itu
Kau berkata ingin memberikan lebih
Misalnya mimpi
Yang tak kunjung diberikan oleh negara
Dunia memang tidak pernah memiliki keadilan
Sebagian bisa bersyukur karena lahir
Dalam keluarga berkecukupan
Tak pernah resah memikirkan biaya pendidikan
Dan tahu-tahu sudah sarjana
Sebagian lain yang lahir dengan sendok emas
Di mulutnya itu
Bicara motivasi dan kesuksesan
Seakan-akan tahu rasanya tak punya sepatu
Dan mampu berjalan dengan kaki telanjang
Aku melihatmu tertawa melihat dua anak itu
Tak ingin membiarkan es krimnya meleleh
Aku hanya tak menyadari ada leleh yang lain
Di matamu
Hari-hari ini orang mulai belajar namamu
Dan negara yang tak pernah belajar itu
Mengecup kemarahan lalu usai
Perempuan yang diam-diam menangis di kamarnya
Menuliskan perasaannya di lembar catatan harian
Tidak perlu dipedulikan
Dalam dunia yang sudah tidak adil, hanya butuh permakluman
Di bawah telunjuk kekuasaan
Hutan-hutan yang tergerus, banjir yang memberangus
Kerja birokrasi yang tak pernah becus
Apalagi dua orang anak kecil mengelap ingus
Mengidamkan es krim dalam masa-masa putus sekolah
Ketika kau pergi tanpa sempat aku mengenalmu
Aku ingin mengenangmu sebagai seseorang
Yang berkeinginan memberikan mimpi itu
Meski aku tak tahu harus berkata apa
Ketika mimpimu sendiri direnggut oleh seseorang
Dengan simbol negara di bajunya
(2021)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H