Borobudur adalah sebuah keajaiban. Tak bisa disalahkan, bila ada orang-orang yang menginterpretasikan keajaiban itu secara berbeda-beda. Dari berbagai sisi. Dari berbagai fenomena. Dari yang sangat ilmiah hingga pseudo-ilmiah.
Satu yang teringat adalah buku dari Fahmi Basya berjudul Borobudur & Peninggalan Nabi Sulaiman. Salah satu pembenarannya adalah adanya relief burung berkepala manusia, dan sang penulis mengartikannya sebagai "bukti bahwa itu menggambarkan burung bisa berbicara dan dimengerti Nabi Sulaiman." Hal itu dibantah oleh Seno Panyadewa dalam bukunya Misteri Borobudur. Secara ikonografi kebudayaan Hindu-Buddha, makhluk yang digambarkan bagian atas tubuhnya manusia dan bagian bawahnya burung di candi-candi atau vihara/ kuil, itu adalah Kinnara. Kinnara adalah makhluk surgawi berwujud setengah manusia setengah burung dalam mitologi Hindu dan Buddha. Mereka pandai memainkan alat-alat musik, seperti veena atau kecapi.

Nah, Candi Borobudur dalam sebuah kajian dikatakan menggambarkan 10 tingkatan Bodhisattva. Â Gandavyuha Sutra yang digambarkan dalam relief Borobudur merupakan bagian dari koleksi yang lebih besar yang bernama Avatamsaka Sutra. Salah satu kitab lain dalam Avatamsaka Sutra bernama Dasabhumika Sutra, isinya adalah tentang sepuluh tingkat yang harus dijalani seorang Bodhisattva sebelum menjadi Buddha. Kalau Borobudur dihitung tingkatannya, ada 10 tingkat dimulai dari tingkat pertama di relief Karmawibhangga dan tingkat kesepuluh Stupa Induk.
Relief Karmawibhangga pada dasarnya berisi naskah Mahakarmawibhangga yakni tentang hukum sebab akibat. Suatu perbuatan akan mendapat karma (balasan). Perbuatan baik menghasilkan kebaikan dan perbuatan jahat akan mendapat balasan yang tidak baik. Terlepas dari itu, relief Karmawibhangga melukiskan gambaran kehidupan sehari-hari masyarakat pendukungnya, dalam hal ini masyarakat Jawa Kuno pada abad ke 9 dan ke 10.
Pada relief Karmawibhangga ada 10 panel yang memuat jenis alat musik. Panel tersebut adalah panel nomor 1, panel nomor 39, panel nomor 47, panel nomor 48, panel nomor 52, panel nomor 53, panel nomor 72, panel nomor 101, panel nomor 102 dan panel nomor 117. Adapun jenis alat musik yang terdapat pada relief terdiri atas 4 jenis yaitu Jenis Idiophone (kentongan dan kerincingan), Jenis Membraphone (gendang, kentingan)
Jenis Chardophone (gambus, rebab), dan Jenis Aerophone (seruling, terompet).
Kenapa musik? Pada masa itu, keberadaan musik dalam kehidupan masyarakat tidak lepas dari fungsinya, antara lain sebagai media ekspresi, ritual keagamaan atau magis, estetik, dan sebagai media hiburan bagi masyarakat. Respons atas relief Karmawibhangga itu pun muncul dalam masyarakat dengan lahirnya Kidung Karmawibhangga. Dina Indri Arsi (2017) menyebutkan Kidung Karmawibhangga ini merupakan kesenian yang menyampaikan nasehat bagi manusia untuk berbuat kebaikan. Dan dalam hal musik Kidung Karmawibangga yang digunakan, penabuh atau pemain gamelan memainkan musik iringan dengan ritme dan melodi yang identik dengan musik karawitan, ritme disesuaikan dengan jalan cerita yang dinyanyikan sehingga menimbulkan kesan menarik dalam ceritanya.

Berbagai penelitian dilakukan. Bahkan Nayati (2018) menulis penelitian tentang mengembangkan kelompok pemusik berdasarkan relief musik Borobudur tersebut. Ia mengajak kelompok Sanggar Pesantian Wisnu Sakti Tambakan  di Klaten untuk menghasilkan penggalan musik dari pengamatan terhadap relief tersebut.

Sejak saat itu eksplorasi terus dilakukan dan telah menghasilkan temuan lebih dari 200 relief yang terdapat di 40 panel di candi ini, menampilkan lebih dari 40 jenis instrumen alat musik. Hingga saat ini, Sound of Borobudur telah berhasil melakukan rekonstruksi alat musik sebanyak 18 instrumen dawai dari kayu, 5 instrumen berbahan gerabah, dan satu buah instrumen idiophone yang terbuat dari besi. Sound of Borobudur pun telah berkembang menjadi sebuah orkestra yang melibatkan 40 musisi dalam proses penciptaan, aransemen, dan album rekaman yang berisi 12 komposisi lagu, yang semuanya dimainkan dalam beragam instrumen yang berasal dari relief Borobudur.