kecurangan demi kecurangan ini, tentu, tiada akan terdengar
hujan yang menyerbu kita sudah tampak di luar pagar
aku bersiap menjadi seekor katak yang punya dua kehidupan
dalam kedalaman, bernapas bukan lagi persoalan
tetapi melihatmu, memasati rasa takutmu, dan bulu romamu
yang bergetar melihat air seperti massa 22 januari
di pusat kota, tentu, tidak akan lagi ada api, setelah susah payah
kita padamkan itu dengan air mata milik sendiri
yang tersisa kemudian, tidak hanya abu, atau asap, tetapi
kesedihan, milik siapa pun, yang tak menerima kenyataan
kini, kenyataan lain, yang tidak pernah mengenalkan diri
dengan memberikan kartu nama, mendatangi kita
hanya aku, yang mengerti, kapal yang menunggu bersandar
di dermaga, pesawat yang tidak jadi terbang karena cuaca
sesungguhnya juga berdoa, dengan caranya masing-masing
semoga setelah sembilan hari ini, aku dan kamu tidak perlu
memegarkan payung, tidak usah menaikkan celana
untuk dapat bertatapan dalam, merenungi pertemuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H