Petarung UFC yang fenomenal asal Rusia ikut menyuarakan keprihatinannya pada Muslim Uighur. Lewat instagramnya, petarung yang latihannya melawan beruang itu, mendoakan mereka. "Ya Allah, berikanlah kemudahan bagi saudara-saudara Uighur kami," tulis Khabib.Â
Aksi Khabib ini menyusul cuitan Mesut Ozil sebelumnya yang menyerukan persatuan umat Islam. Karenanya, Ozil mendapat kritikan keras, baik dari pemerintah hingga masyarakat China. Caranya pun bermacam-macam, dari kritikan di media massa, kecaman di media sosial, hingga diboikot di internet hingga video game.
Khabib Nurmagomedov menjadi sangat populer di tanah air, terutama bagi yang muslim, karena petarung yang kini berusia 31 tahun itu memiliki citra yang terkenal religius. Masih jelas dalam benak kita semua, Khabib pernah menjadi buah bibir karena mengamuk di atas Oktagon usai agama, negara, dan ayahnya dihina sang lawan, Conor McGregor, pada bulan Oktober 2018 lalu.Â
Tidak tahu apa efek yang akan dialami oleh Khabib nanti karena aksinya itu, mungkinkah dia akan dibanjiri hinaan seperti yang dialami Ozil?
Perihal Muslim Uighur ini menarik perhatian publik di Indonesia. Pro dan kontra menyertainya. Menjadi sangat sensitif karena persoalan etnis Uighur di Xianjiang itu beragama Islam, namun justru banyak negara Islam diam saja. Justru yang berkirim surat memprotes adalah 22 negara (18 dari Uni Eropa ditambah Jepang, Kanada, Australia, dan Selandia Baru).
China sendiri telah menegaskan permasalahan di Xinjiang bukan soal agama melainkan separatisme. Menurut Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian, pemerintah murni memerangi aksi radikalisme dan terorisme.
Cuitan menarik dari dalam negeri justru datang dari pentolan Islam Liberal, Ulil Abshar Abdalla.
Menyayangkan sekali sikap lembek ormas-ormas Islam moderat dalam kasus Uyghur. Narasi yang dikampanyekan pemerintah Cina bahwa "ini semua untuk menghadapi terorisme domestik" dimakan oleh banyak kalangan di sini. Sedih.Â
Terorisme jelas ancaman bagi kemanusiaan. Tapi jangan salah: narasi terorisme bisa juga "dieksploitasi" oleh pemerintahan-pemerintahan otoriter untuk melakukan penindasan atas oposisi. Ini yang saya sebut "sindrom Mesir". Kita jangan terkena oleh sindrom ini.
Sebuah komentar menarik lain datang dari cerpenis kenamaan asal Aceh, ida Fitri:
Saya tinggal di Aceh, sebuah daerah penuh konflik dulu. Pemerintah pernah membangun narasi terhadap konflik di daerah kami. Dan kita tahu ada masalah pelanggaran HAM berat di sini. Makanya ketika sebuah negara mencoba membangun narasi tunggal terhadap sebuah suku di negaranya, saya yakin ada masalah di situ. Makanya saya menduga ada masalah di Uighur.