Ia ingin memilih cara mati, bukan dengan peluru
yang salah arah lalu tersesat
Membuatnya mengingat perjalanan
dan kampung halaman, janji kepada ibu
mengirimkan uang bulanan itu. Cita-cita
melihat kiblat
di depan batang hitungnya
agar ia merasa dekat
dengan Tuhan yang selama ini terasa jauh
Hingga ia harus terbang ribuan kilometer
untuk hidup, tapi khianat
orang-orang yang berada di dekat Tuhan
memandangnya sebagai budak belian
Dan ia diperlakukan lebih buruk dari pelacur
Hari itu, aku merasa melihat matanya
menyimpan masa kecil, rasa haru pada tanah
yang ia tinggalkan. Sebuah pedang
akan mengantarkannya ke surga
bersama seluruh perempuan
yang telah terenggut kehormatan.
Sendiri, mati, ketika berusaha hidup
mempertahankan secuil degup
Tanpa teman, tanpa kekasih
Tanpa Negara yang masih sibuk
membicarakan bendera, jembatan,
melupakan bau busuk
yang bercokol di depan batang hidungnya.
Ia ingin memilih cara mati, tetapi cara mati
ditentukan Tuhan, tanpa manusia sanggup memilih.
(2018)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H