Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tubing Sendirian di Lereng Gunung Lawu

4 Maret 2018   12:48 Diperbarui: 4 Maret 2018   13:41 1099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasrah-pasrah ngeri. Dokumentasi pribadi.

Bagaimana rasanya duduk pasrah di ban, lalu dihanyutkan di sungai berbatu dengan arus yang cukup kencang?

Kata kunci kepasrahan inilah yang membedakan river tubing dengan raftingataupun body rafting.Sudah tiga kali saya mencoba rafting. Ketangkasan dibutuhkan untuk mengikuti instruksi dari pemandu dalam menggerakkan dayung, maupun gerak tubuh saat menghadapi jeram. Begitu juga dengan body rafting, yang membutuhkan kehati-hatian dan kesigapan yang sangat agar tidak tertabrak bebatuan maupun mampu menangkap tali yang dilemparkan pemandu agar tidak terhanyut arus. Tubing berbeda. Saya harus pasrah dan percaya pada pemandu.

Dari dulu, saya ingin mencoba tubing.Goa Pindul yang terkenal itu sepertinya seru. Namun, melihat betapa padat pengunjung menyesaki pintu goa, antre sedemikian rupa, keinginan saya sirna.

Kesempatan datang ketika saya berkunjung ke Solo. Bermodal Om Google, saya mencari tempat wisata yang direkomendasikan. Salah satu tempat yang muncul adalah Goa Sari River Tubing.

Goa Sari River Tubing terletakdi lereng Gunung Lawu atau di Seguwo, Puntukrejo, Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah. Tepatnya di tengah-tengah rute dari terminal Karangpandan menuju Candi Cetho dan Candi Sukuh, searah dengan Air Terjun Jumog. Saya lihat Google Maps, jaraknya hanya 30-an kilometer. Tak ragu, segera saya menyewa motor dan berangkat ke sana.

Yang unik adalah di tempat ini memang betul ada Goa. Awalnya hanya goa kecil, lalu sang pemilknya Sunarto, seorang guru SD, melakukan penggalian, pembentukan relief-relief selama kurang lebih 3 tahun. September 2011 goa ini diresmikan. Tarif masuknya hanya Rp3.000,-. Saya sendiri kurang berminat untuk masuk ke goa tersebut—karena saya sendirian.

Saya langsung mencoba menu utama, yakni river tubing. Tarifnya Rp25.000,-. Namun, karena saya sendirian, tarifnya dilebihkan. Tak masalah karena saya begitu penasaran dengan sensasinya. Privat river tubing sejauh 2,5 km bersama seorang pemandu terasa murah. Ban besar pun disiapkan bersama perlengkapan dasar: pelampung, helm, dan sepatu anti selip.

Sungai yang airnya berasal dari air terjun Jumog ini cukup deras. Saya grogi dan semakin penasaran seperti apa rasanya menyusuri sungai dengan ban.

Setelah melangkah kaki di sela ban, duduk, mencari posisi wuenak, perjalanan pun dimulai. Air dan udaranya terasa sejuk. Degup jantung pun mulai terasa mengencang saat ban mulai menumbur bebatuan. Jeram-jeram kecil di sungai juga membuat perjalanan semakin seru.

Sayangnya, karena hujan semalam, mengakibatkan jalur yang dilalui sedikit terganggu. Beberapa kali perjalanan mesti terhenti karena si pemandu harus menyingkirkan kayu-kayu dan batu-batu yang menghalangi jalan.

Pasrah-pasrah ngeri. Dokumentasi pribadi.
Pasrah-pasrah ngeri. Dokumentasi pribadi.
Momen paling istimewa adalah ketika saya memasuki hutan bambu raksasa. Bambu-bambu yang melengkung menutupi sungai sangat indah. Saya menyesal tidak membawa kamera khusus untuk merekam perjalanan ini.

Sedang asik-asiknya menikmati suasana, aliran arus yang lumayan tenang, membuat saya lengah. Satu jeram di depan mata membuat saya tidak mawas diri. Saya terbalik. Sikut saya menumbur batu. Berdarah sedikit. Sakit. Tiga kali rafting, satu kali body rafting saya tak apa-apa. Tapi ini, saya terbalik. Benar kata pepatah, situasi yang aman seringkali membuat kita lengah.

Istirahat sebelum nyemplung. Dokumentasi pribadi.
Istirahat sebelum nyemplung. Dokumentasi pribadi.
Setelah sempat berhenti di bagian sungai yang agak dalam, bermain air, foto-foto sebentar, perjalanan berakhir tak lama kemudian. Sungguh, ini adalah pengalaman yang berharga.

Di ujung perjalanan, saya dijemput oleh mobil pick up. Saya naik di belakang, duduk menghadap jalan yang ditinggalkan. Suasana pedesaan yang alami adalah suasana yang sempurna bagi binatang pekerja Jakarta seperti saya.

Sesampainya di tempat memulai, saya memesan ayam grepe (baca: geprek, hehe). Menunya beragam sebenarnya. Tapi liur saya sudah menetes membayangkan ayam pedas yang enak itu. Dan benar, masakannya benar-benar enak.

Saya pikir dengan pembenahan dan promosi yang tepat, Goa Sari River Tubing ini bisa jadi tujuan wisata yang sangat menarik sekali. Arealnya luas, bisa jadi tempat out bound yang sempurna. Ada kolam renang, gazebo untuk duduk-duduk melihat pemandangan, dan fasilitas lain seperti bola air, tubingarena, trail adventure, egrang, permainan tali, flaying fox, offroad dengan mobil jeep, ATV.

Pringadi Abdi Surya

http://catatanpringadi.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun