Beberapa minggu belakangan ini, baik di Televisi, koran,majalah maupun berbagai situs jejaring sosial sangat santer membicarakan nasib para Buruh Migran kita di luar negeri. Beberapa kasus yang sangat memilukan serasa mengiris-iris hati kita, menggedor-gedor hati nurani kita, kog sudah tahu begitu masih saja mengirim TKW untuk bekerja di sektor rumah tangga?
Sayangnya bukan solusi terbaik yang dihasilkan oleh wakil rakyat kita. Padahal dalam hal ini sangat jelas bahwa seharusnya pemerintah memberi jaminan hak dan keselamatan kerja kepada para TKW kita yang bekerja di sektor Domestik. Dengan cara memperbarui kontrak kerja dan undang-undang yang berlaku sebelum memberangkatkan para TKW ini ke negera tujuan
Sekali lagi dengan memberikan peraturan yang jelas yang harus dipatuhi oleh para majikan yang akan mengambil para TKW kita untuk bekerja di rumah mereka. Peraturan yang jelas dan tertulis, berapa gaji mereka selama sebulan, denda bila majikan telat membayarkan gajinya, berapa jam mereka bekerja dalam sehari, berapa lama waktu beristirahat, gaji, hari libur, tunjangan sakit, asuransi sampai peraturan pemutusan hubungan kerja secara sepihak.
Jadi baik majikan maupun TKW kita tahu hak dan kewajibannya mereka, bukan hanya iya-iya saja lalu gaji selama 2 tahun tidak dibayarkan. Padahal hampir setiap hari para TKW kita bekerja rodi. Pun ketika melakukan kesalahan tak hanya omelan dan amarah yang mereka dapatkan, tapi pukulan.
Lalu apa bedanya para TKW kita dengan sapi yang membajak di sawah? Dengan budak belian pada zaman jahiliah, maupun kompeni di zaman penjajahan?
Bila saat ini kita berusaha menutup mata dengan mengatakan bahwa toh mereka sendiri yang mau merendahkan martabat mereka di negara orang, ingatlah. Tak satupun dari para TKW itu yang mau bekerja dengan senang hati menjadi TKW. Mereka bekerja begitu karena tidak mampu. Kehidupan di tanah air yang katanya gemah ripah loh jinawi ini tak lebih dari sekedar slogan. Pada kenyataannya mereka tercekik di negerinya sendiri. Jangankan untuk hidup layak, sekedar makan 3 kali sehari saja mereka tidak mampu.
Balikpapan, 28 November 2010
Coretan ini kupersembahkan buat Anis, sahabat terbaikku yang mengadu nasib ke Negeri Jiran. Sabar yach sayang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H