Enam hari sudah para aktivis Koalisi Mahasiswa Untuk Rakyat (KOMAR) berada dalam tahanan aparat kepolisian resort kota Sukabumi. Teman-teman yang berjuang menuntut perbaikan di tubuh Polri dan menolak calon tunggal Kapolri beberapa waktu lalu malah menjadi korban kesewenangan tangan besi kepolisian yang menuduh para aktivis ini dengan berbagai tuduhan yang lemah dan tidak berdasar (baca artikel sebelumnya di: http://hukum.kompasiana.com/2013/10/28/kronologi-aksi-damai-hmi-cabang-sukabumi-terlengkap-605511.html).
Setelah berbagai upaya advokasi dan mencari dalil-dalil yang bisa mematahkan tuduhan aparat kepolisian tersebut, selayaknya aparat membebaskan para aktivisdan meminta maaf atas perlakuannya tersebut kepada rakyat dan para pejuang demokrasi secara keseluruhan (bukan hanya kepada 4 orang yang hari ini ditahan di polresta Sukabumi). Karena tindakan tangan besi aparat tersebut bukan saja mendholimi keempat aktivis yang ditahan, tetapi lebih dari itu, arogansi tersebut telah mencoreng praktik demokrasi di Negara kita tercinta.
Beberapa tuduhan yang disangkakan kepada para aktivis KOMAR ini antara lain tuduhan penistaan agama. Jelas saja tuduhan ini sangat terkesan dipaksakan, baik dari segi hukum pidana maupun dari kacamata syariat Islam. Hasil rapat MUI kota Sukabumi yang dipimpin langsung oleh ketua IV MUI Sukabumi yakni KH Apep Saefulloh menegaskan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh para mahasiswa tersebut adalah perbuatan yang menyangkut persoalan adab atau etika. MUI kota Sukabumi sendiri menyarankan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pembinaan sebagaimana layaknya para aktivis tersebut merupakan generasi muda. Bukan malah diberikan sanksi penjara.
Berikut petikan putusan hasil rapat MUI kota Sukabumi hari jum’at, 25 oktober 2013 lalu: “Penggunaan Al Qur’an saat demonstrasi oleh AR dkk hari kamis, 24 Oktober 2013 di depan Mapolres Sukabumi Kota adalah perbuatan Suul Adab, yaitu tata krama yang tidak semestinya sebagaimana norma-norma Islam dalam membawa dan mempergunakan Al Qur’an sebagai kitab suci, bacaan mulia, kalam Ilahi. Disarankan kepada generasi muda untuk dibina, tidak diberikan sanksi penjara”. Notulen rapat Drs. H. Muhammad Kusoy.
Bahkan ketika berbicara adab ini pun, patut diselidiki apakah tindakan merampas Al Qur’an yang dilakukan oknum aparat ketika terjadi bentrok tersebut telah sesuai etika, karena diyakini aparat tersebut pun telah melakukan Suul Adab (tata krama yang tidak semestinya), seperti tidak berwudhu terlebih dahulu sebelum memegang Al Qur’an. Dan apabila terbukti, seharusnya bapak Kapolresta Sukabumi menegur atau bahkan memenjarakan (sebagaimana halnya yang mereka lakukan terhadap para aktivis tersebut) oknum aparatnya.
Lebih lanjut, pihak kepolisian tampaknya harus membaca sejarah Islam lebih mendalam lagi. Sejarah menceritakan, saat terjadi perang sesama sahabat nabi tepatnya antara kubu sahabat Ali dan Muawiyah, pada saat itu dari salah satu pihak ada yang mengacungkan kitab Al Qur’an dengan memakai tangan kiri sebagai simbol perdamaian, atau yang dikenal dengan tahkim/arbitrase.
Apalagi tuduhan kedua mengenai penggunaan narkoba yang disangkakan kepada para mahasiswa pejuang ini telah jauh hari digugurkan oleh hasil tes urine yang negative.
Tetapi berbagai upaya advokasi dan mediasi terhadap para mahasiswa ini tidak juga menurunkan arogansi aparat kepolisian. Alih-alih membebaskan, dan meminta maaf atas tindakannya, mereka (aparat kepolisian) justru menambahkan pasal baru untuk menjerat keempat aktivis tersebut. Pasal pencemaran nama baik, pasal perbuatan tidak menyenangkan, bahkan pasal penghinaan.
Entah selanjutnya pasal apalagi yang akan digunakan oleh aparat untuk membungkam demokrasi kita, khususnya masyarakat Sukabumi. Padahal jelas sekali, tuntutan yang diajukan oleh para aktivis KOMAR beberapa waktu lalu (24 oktober 2013 di mapolresta sukabumi) merupakan bentuk aksi damai yang menyuarakan harapan rakyat terhadap perbaikan di tubuh polri, seperti isu rekening gendut, isu pungutan liar, dan harapan lainnya mengingat momentum pergantian Kapolri yang baru.
Kesewenangan aparat kepolisian Sukabumi hari ini tentu menciderai semangat dan cita-cita reformasi. Tindakan penistaan terhadap gerakan yang dilakukan aparat polresta Sukabumi sangat kontradiktif terhadap praktik demokrasi di Indonesia. Wahai bapak Kapolri, bapak Kapolda Jawa Barat, buka telinga dan pasang mata, lihat disini para pemuda berjuang menegakkan demokrasi, memperjuangkan keadilan, menyuarakan harapan rakyat, tetapi aparat anda yang telah mencorengnya sendiri.
Salam demokrasi. Lawan penistaan gerakan atas nama hukum
Yasti Yustia (fungsionaris PB HMI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H