Mohon tunggu...
MIRANDA NASUTION
MIRANDA NASUTION Mohon Tunggu... Konsultan - Saya perempuan yang hobi menari. Saya anak ragil dari pasangan Alm. Aswan Nst dan Almh Tati Said. Saya punya impian menjadi orang sukses. Motto hidup saya adalah hargai hidup agar hidup menghargai Anda.

Tamatan FISIP USU Departemen Ilmu Komunikasi tahun 2007, pengalaman sebagai adm di collection suatu bank, dan agen asuransi PT. Asuransi Cigna, Tbk di Medan. Finalis Bintang TV 2011 oleh Youngth's management. Pimpinan Redaksi Cilik tahun 2002-2003 (Tabloid Laskar Smunsa Medan).

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Putri Permata Episode Belajar Memasak

13 Desember 2024   08:41 Diperbarui: 13 Desember 2024   08:41 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac


    Tentang apa saja  Permata.?" tanya putri Rembulan penasaran. "Bagaimana memasak, bagaimana membereskan rumah. Ibbu Yusuf juga mengagakan pasti ibuku telah mengajarkan banyak hal kepadaku? Katanya tampak dari perilaku sehari-hari," jawab Permata teringat pertama kali berjumpa ibu Yusuf, Mayang, di rumahnya yang asri. Teduh dan damai. Di rumah Yusuf, ayahnya, Raswandy, telah menunggu di dalam rumah. Ayahnya sedang bersiap-siap untuk pergi berdagang. Sudah barang tentu Yusuf ikut membantu. "Ayo kemari anakku. Jangan sungkan. Ini kegiatan bapak sehari-hari bersama Yusuf. Semoga saja kau bisa banyak belajar."

          Perasaan Permata senang sekali, hampir sama dengan perasaannya ketika belajar merasakan pelayaran bersama ayahandanya. Putri Permata memang seorang yang selalu senang belajar. Macam-macam barang dagangan dihafalnya sampai cara menentukan harga. Teringat pula Permata sesudah itj bapak dan anak pergj berdagang? "Anakku biarlah kau di sini dulu. Temaninibu Yusuf. Kau bisa belajaf memasak dwngan istriku. Pastj kau belum letih untuk belajar kan?"  tanya ayahanda Yusuf. 

         Lanatas ibu Mayang menanak nasi. "Kalau bapak bekerja, bibi sibuk di dapur, sehingga kegika bapak pulang Bibi sudah siap dan bapak bisa berisitirahat dan amakan." Putri Permata lantas memasak air. Dengan inisiatif sendiri Permata membersihkan piring dan bakul. Permata juga mencuci sayuran dan buah. Selesai di dapur mereka ke dalam dan berbincang-bincang. "Permata di situ ada kertas dan pena. Bibi mau kasih tugas buat kamu. Kamu harus bisa menyelesaikannya ya,""Baik bibi," sahut Permata. Perkataan bibi masih tergiang-ngiang di telinga Permata. "Aku harus bisa memasak bubur cendil ini dengan baik. Apalagi resep sudah diberikan oleh bibi."

       "Hai Permata aku tahu pasti kau sedang mebutuhkan bantuanku," Kata Ningsih blak-blakan. "Iya cuma masalahnya bibi bilang aku harus mengerjakannya sendiri. Apalagi meminta bantuan dayang-dayang itu harus dihindari." "Oalah Permata mana ada orang yang tidak membutuhkan bantuan orang lain,"  Ningsih membantah. "Ningsih ini sebuah tantangan. "Baiklah aku akan tetap membantu, tetapi membantu menemani. Bagaimana cocok rasanya tuan puteri?""Haahaha. Bagaimana kalau masakan dari tanah Jawa kita buatkan di sini," Saran ibunda lembut. "Benar-benar istriku. Bukankah paman Permata dan kemenakkannya kita kan segera tiba," lanjut Maulana antusias. "Benarkah? Waah akan menyenangkan sekali. Di sini akan tambah ramai. Aku enggak akan kesepian lagi."
      "Ada berapa jenis masakan akan kita sajikan?" tanya ibunda. "Hmmh..berapa ya. Hanya satu,"jawab puteri Permata cepat dan riang. "Waah..kirain berapa?" kata nenek tersenyum geli. "Ya sudah nanti selebihnya kita buatkan masakan khas pulau Sulawesi," lanjut Rembulan. Raja dan ratu mengangguk-angguk. Dari  raut wajah mereka tampak mereka sedang berbahagia apalagi memikirkan bahwa mereka akan kedatangan sanak keluarga.

                                                                                                    """"""""
       "Apa kabarmu di sana, Permata? Aku merasa sedih sekali karena tidak menemanimu ke Ujung Pandang," Yusuf membatin. "Kepintaranku cuma berdagang. Ilmu bela diri pun tak kukuasai. Mungkin karena itu aku merasa sungkan bertemu pendekar," Yusuf pun tertidur. Dalam tidurnya Yusuf bermimpi rumah merpati, Gatot Kaca. "Biar-biar aku yang menghadapinya. Tidak mungkin kau yang melakukannya, karena sudah diramalkan anak Wrekudaralah yang akan menjadi Pandawa," Yusuf mulai terganggu dan berusaha mengembalikan nyawanya. Yusuf mulai mengigau kalimat yang diucapkan orang dalam mimpinya. "Biar-biar aku yang menghadapinya," Yusuf hampir terjatuh dari tempat tidurnya dan langsung mengokohkan dirinya. Permata  pun yang berjauhan tersentak dan berpikir bagaimana caranya dia bisa menghubungi sang kekasih. "Ayahanda mengajariku cara mengirim surat dengan bantuan merpati. Apakah Yusuf akan menerima pesanku? Oh ya ampun Permata baru satu hari aku berjumpa kedua orang tuaku dan kakek nenek, mengapa kau sudah merindukan Yusuf?"  kata-kata Permata dalam hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun