Mohon tunggu...
prince stewartGDC
prince stewartGDC Mohon Tunggu... -

hobi menulis & belajar

Selanjutnya

Tutup

Money

Ancaman Terhadap Market Share Bisnis Downstream Pertamina Setelah Kenaikan Premium dan Solar

29 November 2014   02:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:34 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14171764891656158569


BBM telah dinaikkan dengan kenaikan masing - masing Rp 2,000 baik untuk premium maupun Solar. Sampai saat ini masih menjadi "hot-topic" untuk di diperbincangkan, namun kebanyakan lebih melihat kepada mengapa kebijakan itu dilakukan dan dampaknya terhadap harga-harga barang dan jasa.
Ada satu hal yang juga penting untuk dicermati setelah kenaikkan BBM ini, yaitu dampaknya terhadap kelangsungan bisnis downstream (hilir) pertamina sendiri. Sebagai informasi bahwa pada tahun 2013 Pertamina mencatat laba bersih sekitar Rp 32.05 triliun, meningkat dari tahun 2012 yang sebesar Rp 25.94 triliun. Kenaikan ini disokong oleh peningkatan produksi migas dan pertumbuhan positif bisnis niaga migas.
Kinerja keuangan yang meningkat ini mendongkrak kontribusi Pertamina bagi Penerimaan Negara baik dalam bentuk dividen maupun setoran pajak. Kontribusi Pertamina bagi Penerimaan Negara pada 2013 mencapai Rp 78.22 triliun yang terdiri atas Rp 9.5 triliun berupa dividen dan Rp 68.72 triliun untuk setoran pajak. Kontribusi tersebut meningkat 18.21% dibandingkan 2012 sebesar Rp 66.17 triliun. (sumber: http://migasreview.com/pertama-cetak-laba-bersih-2013-rp3205-triliun.html)

Bisnis hulu Pertamina memang masih menjadi kontributor terbesar pada laba perusahaan, tahun 2014 target laba perusahaan diperkirakan bisa menyentuh USD 6.67 miliar (setara Rp 80.04 triliun dengan kurs Rp 12,000) dengan laba bersih sekitar USD 3.44 miliar (setara dgn Rp 41.28 triliun dengan kurs Rp 12,000). Dari nominal tersebut, lebih dari 50% -nya laba didapat dari bisnis hulu Pertamina. (sumber: http://media-tracking.migas.esdm.go.id/tracking/d1/berita_detail.php?recordID=1426)

Ini berarti sisanya anggap saja 40% laba didapat dari bisnis hilir, berarti 40% dari Rp 41.28 triliun adalah sebesar Rp 16.51 triliun.
Sekarang kita coba pahami, apakah bisnis Upstream (hulu) Pertamina itu ?
Intinya bisnis hulu Pertamina meliputi eksplorasi dan produksi minyak, gas, dan panas bumi. Untuk kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas dilakukan di beberapa wilayah Indonesia maupun di luar negeri. Pengusahaan di dalam negeri dikerjakan oleh Pertamina Hulu dan melalui kerjasama dengan mitra sedangkan untuk pengusahaan di luar negeri dilakukan melalui aliansi strategis bersama dengan mitra. Berbeda dengan kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi, kegiatan eksplorasi dan produksi panas bumi masih dilakukan di dalam negeri. Untuk mendukung kegiatan intinya, Pertamina Hulu juga memiliki usaha di bidang pemboran minyak dan gas. (sumber: http://www.pertamina.com/our-business/)
Pada 2014, Pertamina menargetkan produksi minyak bisa mencapai 284 ribu barel per hari (bph) dan gas 1,567 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/mmscfd). Dalam lima tahun belakangan ini, produksi migas Pertamina terus meningkat. Pada 2007, produksi minyak perseroan tercatat sebesar 143 ribu bph. Angka ini kemudian naik menjadi 150 ribu bph pada 2008, 176 ribu bph pada 2009, 191 ribu bph pada 2010, dan mencapai 193 ribu bph.

Sekarang kita coba pahami, apakah bisnis Downstream (hilir) Pertamina itu ?
Intinya bisnis hilir adalah pengolahan, pemasaran & niaga dan perkapalan serta distribusi produk Hilir baik didalam maupun keluar negeri yang berasal dari kilang Pertamina maupun impor yang didukung oleh sarana transportasi darat dan laut. Usaha hilir merupakan integrasi Usaha Pengolahan, Usaha Pemasaran, Usaha Niaga, dan Usaha Perkapalan.  (sumber: http://www.pertamina.com/our-business/)

SPBU yang menjual Pertamax, Premium dan Solar adalah termasuk bisnis hilir Pertamina. Sampai dengan Oktober 2014 konsumsi BBM bersubsidi (Premium & Solar) adalah sebesar 38.4 juta kilo liter. (sumber: http://www.aktual.co/energi/penaikkan-bbm-subsisi-sarat-kepentingan-asing)
Sebelum BBM naik konsumsi Premium sebesar 81,000 kilo liter per hari ini artinya sampai akhir Oktober konsumsi premium sebesar 24.3 juta kilo liter. Ini artinya konsumsi Solar sebesar 38.4 - 24.3 = 14.1 juta kilo liter atau konsumsi per harinya sama dengan 47,000 liter. (Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2014/11/25/090624430/Konsumsi-Pertamax-Naik-40-Persen)
Jika di hitung sampai Desember 2014 dengan asumsi per hari konsumsi Premium sebesar 81,000 kilo liter, maka jika di rupiahkan penjualan Premium sampai akhir Desember adalah sebanyak 29.56 juta kilo liter atau jik di rupiahkan dengan harga Rp 6,500 per liter-nya adalah sebesar Rp 192.17 triliun. Ini sungguh angka yang besar.
Sebelum kenaikan Premium konsumsi pertamax adalah sebesar 2,500 kilo liter per hari, dan kini menjadi 3,800 kilo liter per hari. Sementara untuk Premium dari 81,000 kilo liter per hari menjadi 56,000 kilo liter. (Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2014/11/25/090624430/Konsumsi-Pertamax-Naik-40-Persen)
Ini angka yang aneh, seharusnya ketika Premium turun menjadi 56,000 kilo liter artinya 81,000 - 56,000 = 25,000. Artinya seharusnya yang diharapkan adalah konsumsi sebanyak 25,000 kilo liter beralih ke pertamax. Jadi harapannya konsumsi Pertamax per hari menjadi 2,500 kilo liter + 25,000 kilo liter = 27,500 kilo liter.
Namun kenyataanya konsumsi pertamax per hari hanya sebesar 3,500 kilo liter. Berarti 27,500 kilo liter - 3,500 kilo liter = 24,000 kilo liter dan angka sebesar 24,000 kilo liter ini kemana larinya ?
Kemungkinannya ada dua, pertama memang konsumsinya berkurang karena semua orang mencoba berhemat atau menggunakan public transportation. Kedua, konsumsinya beralih ke BBM asing misal: Shell, Petronas atau Total E&P.
Jika di rupiahkan maka 24,000 kilo liter x 6,500 = 156 milyar per harinya. Ini angka yang bagus jika memang penghematan konsumsi BBM. Namun jika ternyata kenyataanya beralih ke BBM asing, ini sungguh sayang sekali jika Pertamina kehilangan potential market sebesar Rp 156 milyar per harinya.
Pertamina harus punya strategi yang jitu untuk menarik konsumen Premium agar mereka menggunakan Pertamax, di saat yang bersamaan Pertamina juga harus meningkatkan kualitas produk dan pelayanannya.
Memang Pertamina juga supply ke Shell dan pengecer BBM asing lainnya, namun ketika market share Pertamina berkurang dan konsumen beralih ke asing lalu penjualan BBM Pertamina hanya mengandalkan ke Shell atau asing lainnya, maka ini bisa berakibat Shell dan asing lainnya punya power untuk nego harga pembelian BBM ke Pertamina, yang pada ujungnya bisa menggerus profit Pertamina. Jika Porfit Pertamina berkurang, maka kontribusi terhadap APBN pun akan berkurang juga.
Jadi suka tidak suka, Pertamina harus bisa paling tidak mempertahankan market share nya agar konsumen tidak beralih ke Shell atau asing lainnya.
Di sisi lain Pertamina juga harus terus bisa mengenjot bisnis Lubricants (Minyak Pelumas) dan LPG untuk menopang pertumbuhan bisnis hilir-nya jika market share Pertamax tidak bisa tumbuh dan hanya bisa di pertahankan.
Memang Pertamina harus berbenah diri dan berani berkompetisi, namun sangat sayang sekali jika sampai kehilangan market share di negeri sendiri. Karena di internasional pun Pertamina masih belum menguasai bisnis hulu seperti minimal Petronas yang merajai di Asia tenggara. Jika di Internasional saja tidak bisa menjadi raja, maka seharusnya paling tidak Pertamina tetap bisa menjadi raja di negerinya sendiri. Jagoan kandang tidak apa-apa asal APBN tetap bisa di sumbang karena untuk kesejahteraan rakyat.
Atau Strategic Planningnya, besarkan bisnis hulu-nya di internasional minimal bisa mendapatkan laba bersih yang dihasilkan dari bisnis hilir selama ini, lalu disaat yang bersamaan mulai perlahan - lahan menaikkan harga BBM dan berkompetisi dengan pengecer BBM dari asing. Dengan langkah ini resiko tergerusnya kontribusi kepada pendapatan APBN akan bisa di kontrol.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun