Mohon tunggu...
Prinandita Candra Belia
Prinandita Candra Belia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi D IV Manajemen Keuangan Negara PKN STAN

Dalam misi untuk lebih mengenal dan memperdalam keilmuan perpajakan dan ekonomi, saya membagikan hasil tulisan karya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mulai 2024, Tarif PPh Final 0,5% Tidak Berlaku?

15 Januari 2024   08:34 Diperbarui: 15 Januari 2024   08:42 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usaha  Mikro Kecil dan  Menengah (UMKM) merupakan kegiatan bisnis yang dilakukan oleh individu, kelompok, badan usaha berskala kecil maupun rumah tangga. Negara berkembang, seperti halnya Indonesia, sangat mengandalkan kehadiran UMKM dalam perekonomian negara. 

Pasalnya, UMKM mampu memberikan pemasukan devisa bagi negara serta menciptakan lapangan pekerjaan baru sehingga berpotensi mengurangi jumlah pengangguran. Oleh sebab itu, dengan adanya tren positif pada sektor UMKM terus mendapat perhatian dari Pemerintah. Berbagai program seperti subsidi bunga, kredit usaha rakyat (KUR), pembiayaan ultra mikro, serta insentif pajak.

Pemerintah, dalam hal ini Ditjen Pajak (DJP) terus berupaya mewujudkan system perpajakan yang adil dan mudah bagi Masyarakat, terutama pelaku UMKM. Kemudahan dalam perpajakan antara lain tergambar dalam pengenaan tarif yang rendah, cara perhitungan, pelunasan dan pelaporan yang lebih dipermudah. Melalui PP No 23 Tahun 2018, tarif PPh atas UMKM sebesar 0,5% dari peredaran bruto untuk omzet dibawah 4,8 M dalam setahun. 

PMK/54/PMK.03/2021 juga menjelaskan wajib pajak UMKM dengan penghasilan dibawah 4,8 M dalam setahun diperbolehkan cukup melakukan pencatatan. Bahkan DJP juga berupaya memberikan terobosan layanan digital seperti aplikasi M-Pajak dengan fitur pencatatan yang dapat membantu UMKM. Berbagai kebijakan tersebut disusun untuk mendorong UMKM agar dapat mengembangkan usahanya dan memudahkan pelaksanaan kewajiban perpajakan.

Tarif PPh atas UMKM mulai diberlakukan sejak 1 Juli 2018 dan memiliki batas masa berlaku. Berdasarkan PP No 55 Tahun 2022, jangka waktu pengenaan PPh yang bersifat final sebesar 0,5% paling lama 7 tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi (termasuk UMKM), 4 Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perserban perorangan serta 3 tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk PT. Jangka waktu berlaku tersebut terhitung sejak Wajib Pajak bersangkutan terdaftar setelah berlakunya PP No 55 Tahun 2022 serta bagi WP bersangkutan yang terdaftar sebelum berlakunya PP, maka jangka pengenaan Pajak Penghasilan bersifat final dihitung sejak Tahun Pajak PP ini berlaku.

Jika tarif 0,5% berakhir, terus apa yang harus kita lakukan dong ?? 

TAXfriend tidak perlu khawatir karena Pemerintah telah menawarkan sejumlah alternatif. Salah satunya, WP dapat membuat pembukuan untuk menghitung PPh terutang berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) UU PPh, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan tarif pajak progresif terendah 5% dan tertinggi 30% serta Wajib Pajak badan sebesar 22%. Akan tetapi, jika sampai batas berlakunya tarif PPh final 0,5%, peredaran bruto yang dimiliki WP tidak melebihi 4,8 M dalam setahun, maka WP dapat melakukan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun