Abubakar Baasyir telah divonis penjara 15 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis kemarin (16/6/2011). Meski tuduhan makar tidak terbukti (motif dan pola) pada Amir Jamaah Anshorud Tauhid (JAT) itu. Ba'asyir, hanya dinyatakan terbukti terlibat pelatihan militer kelompok terorisme di Aceh Majelis hakim persidangan kasus terorisme. Jaksa menjerat Ba'asyir dengan Pasal 14 jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme.
Bagi saya, Baasyir hanya seorang pendakwah agama yang dijamin dalam negara demokrasi dimanapun. Namun anehnya, dinegara Indonesia yang mengakui eksistensi sebagai negara demokrasi justru menjerat seorang pendakwah agama dengan tuduhan makar. Padahal konstitusi dan dasar negara Pancasila menjamin keberadaan agama dan kepercayaan.
Sebagai pendakwah agama, Baasyir adalah promotor sistem syariah sebagai inti ajaran Islam. Sebagai sebuah anjuran agama, sistem syariah dapat saja dilakukan oleh siapapun yang mengaku dirinya beragama Islam. Baasyir pun melakukan dakwah agamanya dengan mendirikan pesantren dan organisasinya, bukan dengan mengangkat senjata dan melakukan pemberontakan.
Atas nama demokrasi, Baasyir harus dibebaskan dari hukuman penjara. Tuntutan makar dengan menggunakan UU Anti-terorisme terasa berlebihan karena motif dan pola makar yang dituduhkan tidak terbukti di pengadilan. Jadi sebenarnya vonis 15 tahun untuk Baasyir untuk menyenangkan pihak siapa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H