Saya hargai kehebatan pihak kepolisian dalam mengendus kelompok yang dituduh kelompok teroris. Seperti halnya ketika melakukan operasi pada Pondok Pesantren Umar Bin Khattab di Bima, Nusa Tenggara Barat baru-baru ini. Meski saya belum meyakini benar bahwa pondok pesantren itu mengajarkan doktrin garis keras, namun kepolisian melalui Densus 88 sudah melakukan penggerebekan.
Perkara mengendus para tertuduh teroris, memang kepolisian Indonesia tergolong hebat. Namun lain halnya dalam mengendus para koruptor atau para kriminal yang setiap berkeliaran menyebar pesan singkat berbau penipuan melalui ponsel. Hingga hari ini, saya belum menemukan berita tentang penangkapan para pelaku penipuan melalui ponsel itu, seperti "sms mama".
Buktinya, saya kembali untuk kesekian kalinya mendapat pesan singkat melalui ponsel berbau penipuan pada 11 Juli 2011 pukul 11.56 AM. Isi pesan itu: "SLAMAT "No Anda Men-dpt HADIAH MOBIL AVANSA' dr TELKOMSEL poin Di_Undi td mlm Pkl 23.30 Di, SCTV Hub Call Center: 085330765333 Drs.H.PURNOMO Pelaksana +777". Demikian saya tulis sesuai dengan isi pesannya, baik huruf besar, huruf kecil dan tanda baca titik dan koma.
Apakah untuk menangkap pelaku penipuan via ponsel harus dicarikan sponsor dulu agar kepolisian rajin mengendusnya, sebagaimana pembasmian teroris di negeri ini memiliki sponsor resmi dari negara tertentu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H