Melalui tulisan Dr Ing Fahmi Amhar “Ilmu Sosial Bukan Anak Tiri”, saya mengenal sedikit pemikiran politik Ibnu Khaldun, dalam bukunya yang monumental “The Muqaddimah, An Introduction to History”. Buku tersebut diterjemahkan oleh Franz Rosenthal dan Bruce W. Lawrence.
Dari hasil penelitiannya atas sejarah bangsa-bangsa terdahulu, Ibnu Khaldun menyimpulkan ada lima fase peradaban yang dialami oleh hampir setiap bangsa. Era pertama adalah era perintis, saat bangsa tersebut masih memiliki visi serta rela berjuang dan berkorban demi masa depan anak cucunya. Era kedua adalah era pembangun, saat kesolidan bangsa tersebut telah menjadi modal untuk mengembangkan “asset”, baik dari segi cakupan pengaruh (wilayah, penduduk) maupun ekonominya. Era ketiga adalah era konservasi, saat mereka menjaga apa yang telah diraih, namun “investasi” yang dilakukan hanya sekedar untuk menggantikan yang hilang. Era keempat adalah era penikmat, saat “total asset “ bangsa mulai berkurang dan “total investasi” negatif. Dan era kelima adalah era penghancur, saat bangsa itu praktis kembali mundur dan tak diperhitungkan lagi.
Era Rasulullah dan para sahabat dapat dianggap era perintis. Era khalifah hingga awal dinasti Abbasiyah adalah contoh era pembangun, dengan ditandai berbagai capaian-capaian besar dalam politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Masa yang panjang setelah itu adalah era taqlid. Abad terakhir Abbasiyah adalah era penikmat yang diikuti era kehancuran oleh datangnya pasukan Tartar ke Baghdad. Setelah itu kepemimpinan dunia berpindah ke bangsa Turki (Ustmaniyah). Mereka juga mengalami fase-fase yang sama. Ibnu Khaldun mendefenisikan pemerintahan sebagai institusi pencegah kezaliman adalah teori terbaik dalam ilmu politik.
Konsep Ibnu Khaldun dalam meramalkan kegagalan ekonomi pasar dinilai sebagai dasar-dasar sosionomi (Sosiologi-EKonomi). Ibnu Khaldun berpendapat ada semacam siklus perubahan sosial yang pada momentum tertentu dapat berubah secara tajam. Idenya didasarkan pada tesis manfaat dari spesialisasi pekerjaan: semakin besar kohesi sosial, semakin berhasil pembagian kerja yang kompleks, maka ekonomi akan tumbuh semakin besar. Dia juga mencatat bahwa pembangunan memberikan stimulasi positif baik untuk supply dan demand dan ini adalah penentu dari harga barang dan jasa. Ibnu Khaldun juga mencatat kekuatan makro-ekonomi dari pertumbuhan populasi, pengembangan SDM dan perkembangan teknologi. Ibnu Khaldun berpikir bahwa pertumbuhan populasi adalah fungsi dari kemamuran.
Sejarawan terkenal Inggris Arnold J Toynbee menyebut Muqaddimah adalah karya terbesar dalam filsafat sejarah yang pernah dibuat pikiran manusia sepanjang masa. Bahkan sejarawan Inggris lainnya, Robert Flint menulis bahwa Plato maupun Aristoteles belum mencapai jenjang keilmuan setaraf Ibnu Khaldun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H