Mengamati debat capres-cawapres meninggalkan sebuah catatan tersendiri.
Dalam pakem berkomunikasi di depan publik (public speaking) dikenal sebuah motto pamungkas yg wajib dipahami oleh setiap pembicara yaitu Kenali Khalayak Anda !
Debat capres-cawapres tak ubahnya sebagai bentuk presentasi para kandidat calon pemimpin negeri ini di hadapan seluruh rakyat (tentu saja melalui bantuan media siar) yang menjadi penentu. Debat tersebut dapat dianggap sebagai sebuah ajang dimana rakyat sebagai pemegang saham pengendali dan utama di negeri ini akan menilai kandidat manakah yang layak dipilih sebagai pimpinan tertinggi para penyelenggara negara dalam kurun waktu 5 tahun ke depan. Penilaian tentu saja didasari pada visi, misi, tujuan, strategi dan bahkan program yang diajukan setiap kandidat untuk dapat membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, tanpa kecuali.
Agar pesan-pesan dari sebuah presentasi dapat dipahami oleh khalayak maka sangatlah penting bagi para pembicara untuk lebih dulu mengenali dan memahami profil khalayaknya.
Dalam konteks debat capres-cawapres tentu saja khalayak dari setiap pasangan kandidatadalah seluruh rakyat negeri ini yang akan menjadi penentu, apakah akan memilih mereka atau pesaingnya. Tentu saja rakyat negeri ini semakin cerdas seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi. Namun tetap saja tidak dapat dipungkiri bahwa masih relatif sedikit prosentase rakyat di republik ini yang beruntung dapat mengenyam pendidikan tinggi, apalagi sejak biaya pendidikan tidak lagi mudah terjangkau oleh semua kalangan.
Maka dengan profil demikian, seberapa pentingkah menunjukkan kecanggihan dan ‘kepintaran’ kandidat dengan memakai begitu banyak istilah ilmiah dan kosa kata asing ? Sedangkan efektivitas dari sebuah pesan tentu diukur dari seberapa jelas dan tepatnya penerimaan pesan maupun persepsi yang diterima oleh khalayaknya.
Penggunaan istilah-istilah yang terlalu ‘tinggi’ dan ilmiah, pemilihan kosa kata asing yang terlalu sering hanya akan membingungkan khalayak, yang pada akhirnya membuat pesan yang ingin disampaikan menjadi tidak efektif. Alih-alih ingin terlihat cerdas justru hanya memusingkan sebagian besar khalayaknya.
7 Juli 2014
-PriMora Harahap-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H