Era modern menjadikan masyarakat menjadi serba praktis dan lebih dimudahkan. Hal ini dialami oleh semua masyarakat di belahan dunia. Tidak terkecuali di Indonesia.
Munculnya gadget, membuat masyarakat Indonesia sangat antusias. Hal ini dikarenakan gadget seperti handphone (HP), laptop dan komputer, telah didukung dengan akses internet atau jelajah dunia maya. Masyarakat Indonesia dapat dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi yang mereka cari.
Memang, era modern menjadikan segalanya tampak menjadi lebih mudah. Namun kelebihan dari era modern, jika tidak didukung dengan sikap yang baik dari masyarakatnya itu sama saja semu. Sama saja modern yang tidak asli. Sama saja modern yang sia-sia. Sama saja modern yang omong kosong belaka.
Sikap yang baik itu dapat diwujudkan dengan penerapan etika dalam kehidupan sehari-hari. Etika yang digunakan, sangatlah sederhana yakni menghormati dan menghargai orang lain. Namun sayangnya, etika yang sudah dikatakan sederhana ini pun, masih saja ada yang menyepelekannya. Seperti Mahsudi (38), seorang guru honorer yang memaki-maki Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Yuddy Chrisnandi melalui pesan singkat (SMS).
Dilansir dari situs berita online tempo.co, isi SMS Mahsudi yang ditujukan pada Menteri Yuddy adalah “Asu yudi goblog jadi menpan rusak, kami bisa hilang kesabaran tak bantai nt dan keluargamu ! hati2 ini akan jd kenyataan.”
Membaca isi pesan singkat itu, tidak dapat dikatakan Mahsudi sebagai guru honorer yang terdidik. Bahkan, orang awam atau yang tidak memiliki tingkat pendidikan seperti Mahsudi pun, akan berpikir dua kali untuk mengirim SMS seperti itu, apalagi SMS yang ditujukan bagi penjabat publik.
Akibat SMS Mahsudi yang tidak beretika itu, ia terancam mendapat hukuman pidana selama 9 tahun. Mahsudi harus membayar perbuatan tidak beretika yang sudah dilakukannya.
Memang, Indonesia merupakan negara yang demokrasi. Di mana semuanya tertuju pada rakyat. Di mana rakyat memegang kendali dalam sistem pemerintahan. Juga di mana rakyat dibebas untuk menyampaikan aspirasi mereka. Namun, aspirasi seperti Mahsudi kah yang dimaksudkan dalam demokrasi di Indonesia? Jawabannya, tentu tidak.
Demokrasi haruslah mengandung nilai-nilai yang baik. Seperti kemanusiaan, salah satunya. SMS Mahsudi tersebut, sudah jelas merendahkan martabat Yuddy sebagai seorang menteri. Yuddy dihina, Yuddy diancam, dan Yuddy dilecehkan. Seakan Yuddy dianggap oleh Mahsudi, seorang menteri yang rusak, gagal, dan lebih rendah dari sampah. Kata-kata dalam SMS Mahsudi itu sudah melanggar nilai kemanusiaan yang berlaku dalam demokrasi di Indonesia. Lantas bagaimana caranya memperbaiki hal ini? Adakah solusi yang dapat diberikan?
Pertama, belajarlah tentang etika. Tidak perlu etika yang sudah berada di level kehidupan bangsa dan bernegara, namun etika dalam keluarga saja. Seperti menghormati orang tua. Itu sudah cukup. Hal ini dikarenakan, anak yang sudah dididik untuk bisa menghormati orang yang lebih tua atau orang lain, ia akan otomatis melakukan hal yang sama dalam lingkungan tempat tingalnya. Anak yang besar dalam keluarga sepert ini, dapat dipastikan tidak akan mengalami kejadian seperti Mahsudi.
Kedua, jika ingin menyampaikan aspirasi, gunakanlah forum diskusi yang sudah disediakan. Seperti Kompasiana, misalnya. Selain lebih rinci, si penulis juga lebih bisa menggunakan etikanya dalam menulis, tidak seperti Mahsudi yang hanya menggunakan emosi sesaat saat menyampaikan aspirasinya itu.