Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

PSS Sleman vs PSIS, Sepakbola Gajah atau Sepakbola Unjuk Rasa?

29 Oktober 2014   01:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:22 2025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Minggu ini, berita sepakbola tanah air diramaikan dengan aksi memalukan yang terjadi dalam babak penyisihan grup 1 babak 8 besar Divisi Utama musim 2014 Minggu sore (26/10/2014)  saat PSS Sleman berhadapan dengan PSIS Semarang. Jika biasanya setiap tim ngotot untuk menang, entah itu karena faktor gengsi atau murni faktor kompetisi, laga antara dua tim bertetangga tersebut malah berbuntuk aksi memalukan.

Bayangkan, ada 5 gol yang terjadi, dan kelima gol tersebut semuanya merupakan gol bunuh diri. Tak perlu mengulang kronologis pertandingan, karena sudah banyak yang mengulas, dan rekaman video pertandingan tersebut pun sudah tersebar luas. Yang perlu ditekankan disini adalah, apa alasan atau motivasi pemain, atau mungkin juga pelatih dan manajemen klub tersebut melakukan aksi memalukan ini?

Banyak yang menganggap PSS Sleman dan PSIS Semarang sedang memainkan "Sepakbola Gajah". Istilah Sepakbola Gajah ini merujuk pada pertandingan antara antara Persebaya melawan Persipura pada kompetisi  Divisi Utama Perserikatan PSSI musim 1987/1988. Dalam pertandingan tersebut, Persebaya "mengalah" pada Persipura dengan skor 0-12, demi menyingkirkan PSIS Semarang. Aksi tim Persebaya ini merupakan balas dendam mereka lantaran PSIS "kalah" dari PSM Makassar pada penentuan Babak 6 besar Perserikatan di musim 1985-1986.

Setelah waktu berlalu lama, istilah Sepakbola Gajah kembali muncul di tahun 1998. Pelakunya adalah timnas Indonesia dan timnas Thailand pada gelaran Piala Tiger 1998. Di babak penyisihan, kedua tim sebenarnya sudah memastikan lolos ke semifinal. Hanya, demi menghindari bertemu dengan tuan rumah Vietnam, yang saat itu sepakbolanya tengah on fire, kedua tim tidak berambisi menang di laga terakhir tersebut. Kala itu, bek timnas Mursyid Efendi menjadi pemain pertama yang mencetak gol bunuh diri yang kemudian direspon oleh Thailand. Hasilnya Thailand tampil sebagai pemenang dengan skor 3-2. Sementara itu, Indoensia dan Thailand mendapat sanksi dari FIFA, sedangkan Mursyid Effendi dilarang tampil di pentas internasional seumur hidup.

Banyak pihak yang kemudian menyebut pertandingan antara PSS Sleman dan PSIS Semarang minggu kemarin adalah aksi sepakbola Gajah. Diduga, mereka sengaja melakukan hal tersebut untuk menghindar dari kemungkinan melawan Pusamania Borneo FC. Entah, kekuatan apa yang dimiliki klub yang sebelumnya bernama Perseba Bangkalan ini hingga tim-tim sekelas PSS Sleman dan PSIS Semarang ingin menghindarinya. Ketakutan kedua tim, selain pada kekuatan teknis dilapangan, juga mungkin timbul lantaran ada hal-hal non teknis. Sebagaimana diketahui, sebelum pertandingan PSS Sleman dan PSIS Semarang itu, ada insiden lain yang melibatkan Borneo FC. Yakni, aksi pelemparan bus dan intimidasi yang dilakukan "oknum" suporter mereka terhadap tim Persis Solo, hingga akhirnya Persis Solo menolak untuk bertandingan, dan kemudian dinyatakan kalah WO.

Namun, benarkah PSS Sleman dan PSIS Semarang sudah melakukan Sepakbola Gajah? Sengaja kalah untuk menghindar dari Borneo FC? Atau mereka justru ingin mempertontonkan "Sepakbola Unjuk Rasa?"

Istilah Sepakbola Unjuk Rasa, penulis sandarkan pada kasus kompetisi Perserikatan musim 1993/1994. Sepakbola Unjuk Rasa diperkenalkan oleh manajer Persebaya saat itu, H Agil H Ali yang dipicu oleh kekalahan Persebaya dari PSIS di stadion Jatidiri Semarang. Saat itu, Agil menuding kekalahan timnya dari PSIS akibat wasit yang memimpin pertandingan, Helmi Piliang, berat sebelah. Agil pun berniat untuk menyingkirkan PSIS Semarang, sekaligus ingin menunjukkan pada PSSI bahwa ada ketidakadilan yang diterima oleh Persebaya.

“Kemenangan PSIS tidak sportif. Maka layak kalau kami membalas dengan mengalah 0-5 pada Persema dan 0-4 pada PSIM,” begitu komentar Agil. Hasilnya, Persebaya memang kalah di Stadion Gelora 10 November, Surabaya, tetapi tidak sebesar itu. Persebaya kalah 1-3 dari Persema (30 Januari 1994) dan 2-3 dari PSIM (5 Februari 1994). Maksud hati ingin menyingkirkan PSIS lolos ke babak “8 Besar”, apa daya Persiba Balikpapan yang jadi korban. Persiba Balikpapan pun menempati peringkat juru kunci dan tentu saja degradasi. Hasil dari sepakbola Unjuk Rasa tersebut, Agil pun terkena sanksi 1 tahun dan denda 500 ribu.

Ya, memang sampai saat ini belum diketahui apa motif dan alasan dari PSS Sleman maupun PSIS Semarang dalam pertandingan memalukan tersebut. Bisa jadi mereka memang sengaja ingin menghindar dari bertemu Borneo FC. Atau, bisa jadi pula mereka sebenarnya tengah menunjukkan Sepakbola Unjuk Rasa pada PSSI, bahwa, inilah wajah sesungguhnya kompetisi sepakbola Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun