Cabang sepakbola di PON XVIII Riau kali ini benar-benar kacau. Penyebabnya karena PSSI menarik seluruh perangkat pertandingan yang diutusnya. Keputusan PSSI ini diambil karena merasa PB PON tidak menghargai keputusan PSSI yang tidak mengakui hasil keputusan sidang BAORI terkait dualisme kepengurusan Pengprov PSSI yang akhirnya merembet pada dualisme tim sepakbola PON. Selain itu, BAORI dianggap melanggar aturan dan batas yurisdiksi dengan langsung memutuskan perkara sengketa tim sepakbola PON Kalsel dan Kaltim, padahal yang sebelumnya sudah diputuskan oleh Komisi Disiplin PSSI.
Terkait kisruh BAORI ini, ada dua kesalahan fatal dari lembaga arbtrase olahraga yang dibentuk oleh KONI ini.
1. BAORI tidak paham status legal posisi objek yg berperkara
2. BAORI tidak dapat memposisikan dirinya sebagai lembaga arbritase yang netral dikarenakan sejak awal induk organisasinya memihak salah satu yg berperkara dan bahkan salah satu anggota BAORI adalah bagian dari kelompok yg berperkara.
Di dalam melihat objek status yg berperkara, BAORI secara fatal menyamakan posisi pengprov PSSI sama dan sebangun dengan posisi pengprov federasi olahraga yang lain di Indonesia ( PTMSI, PASI, PBVS, PBSI dll). Padahal posisi pengprov ini sangat unik karena dia memiliki 2 kaki : sebagai member / anggota PSSI yg memiliki suara ( Statuta PSSI pasal 12 dan 23 ) dan sebagai kepanjangan struktur organisasi federasi (Peraturan Organisasi PSSI ).
Sebagai member Pengprov terikat kepada pasal 14 Statuta ( hak anggota ) dan pasal 15 Statuta ( kewajiban anggota ), dimana setiap pelanggaran dari ketentuan ini Federasi bisa mengambil langkah memberikan hukuman dari peringatan sampai pembekuan, sebagai catatan saja, hanya di Indonesia member federasi itu pengurus propinsi, inilah yg sejak lama saya usulkan untuk di rubah di dalam Statuta
Di Peraturan Organisasi PSSI disebutkan bahwa Kepengurusan Pengurus Propinsi berakhir karena :
1. Habis masa bakti jabatan kepengurusannya
2. Berhalangan tetap ( sakit, meninggal atau dalam proses hukum )
3. Rangkap Jabatan
4. Melanggar ketentuan di dalam statuta PSSI dan Peraturan Organisasi
Terkait dualisme kepengurusan beberapa Pengprov, PSSI mendasarkan keputusannya untuk mengganti pengurus Pengprov dengan caretaker karena alasan pada poin 4. Pengurus Pengprov yang diganti tersebut telah secara nyata dan terang-terangan memihak pada KPSI, organisasi tak berbentuk yang menandingi PSSI sebagai federasi sepakbola Indonesia yang sah.
Logika sederhananya adalah, apabila anda menjabat ketua partai, kemudian mendapati anggota/pengurus partai membelot ke partai lain, sudah tentu anda akan memecat dan menggantinya dengan orang lain yang lebih loyal. Seperti halnya Partai Golkar yang langsung memecat salah satu ketua DPD Golkar dari Aceh karena dianggap tidak mendukung pencalonan sang ketua umum sebagai bakal calon presiden.
Karena ada beberapa Pengprov yang tergabung dengan Forum Pengurus Pengprov- KPSI tidak lagi mengakui PSSI, maka secara hukum posisi Pengprov tersebut di dalam struktur statuta PSSI dan struktur organisasi PSSI menjadi kosong. Artinya PSSI berkewajban melakukan pengisian posisi yang kosong tersebut dengan cara menunjuk carateker untuk melakukan proses Muswillub Pengprov untuk menunjuk kepengurusan defenitif. Karena Pengprov ini member, maka mereka juga terikat kepada pasal 69, 70, 71 Statuta PSSI tentang persengketaan yang hanya bisa dilakukan proses sidangnya di Badan Arbritase di dalam yurisdiksi PSSI dan FIFA. Secara tegas malah disebutkan setiap sengketa assosiasi dengan member atau pemain TIDAK BISA dibawa ke Pengadilan Negara atau Badan Arbitrase diluar yuridiksi FIFA dan PSSI, artinya BAORI yang tidak memiliki afiliasi kepada lembaga arbitrase sesuai dengan yurisdiksi FIFA dan PSSI yaitu CAS tidak memiliki kewenangan apapun.
Kembali ke BAORI, seharusnya sebelum memutuskan perkara dualisme Pengprov tersebut, BAORI terlebih dahulu harus memutuskan bahwa PSSI pimpinan Djohar Arifin sudah tidak sah dan telah diganti oleh KPSI. Dan itu faktanya tidak bisa dilakukan karena terbitnya 2 keputusan CAS yang menguatkan bahwa federasi yang sah adalah PSSI di bawah Djohar Arifin Husein.