Surat Keputusan Menpora terkait pembekuan PSSI masih menyisakan polemik yang panjang. Terlebih karena adanya poin keputusan bahwa kompetisi ISL dan divisi dibawahnya harus tetap dilanjutkan, tapi dengan supervisi dari KONI/KOI, Asprov dan klub peserta. Selain poin masih diijinkannya kompetisi tetap berlangsung tapi tidak dibawah pengelolaan PSSI, polemik lainnya adalah tentang implikasi beban biaya yang timbul akibat SK pembekuan tersebut.
Dalam poin keenam SK pembekuan PSSI, disebutkan bahwa "Biaya yang timbul akibat ditetapkannya SK Menpora ini dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran/DIPA Kementrian Pemuda dan Olahraga tahun anggaran 2015".
Sudah tentu ada akibat dari pembekuan PSSI tersebut, sebagaimana tercantum pada poin Keempat (c), yang menyebutkan bahwa "seluruh pertandingan ISL 2015, Divisi Utama, Divisi Satu, Divisi II dan Divisi III tetap berjalan sebagaimana mestinya dengan supervisi KONI/KOI, Asosiasi Provinsi dan klub peserta".
Jika diamati isi SK tersebut, nampak jelas bahwa Menpora menekankan agar kompetisi masih terus berjalan, hanya pengelolaan tidak lagi dibawah PSSI/PT. Liga Indonesia. Kompetisi bakal dikelola oleh KONI/KOI, bekerjasama dengan Asprov dan klub peserta.
Dari segi pengelola ini saja sudah terlihat Menpora tidak mengerti permasalahan, serta tugas dan fungsi masing-masing lembaga yang ditunjuk. KONI/KOI tidak ada hak dan wewenang untuk mengelola kompetisi sepakbola profesional. Tugas mereka hanya pembinaan serta koordinasi atlet dan federasi cabang olahraga dalam berbagai event olahraga.
Begitu pula poin keenam, mengenai beban yang timbul akibat SK pembekuan tersebut. Menpora secara tegas menyatakan bahwa biaya yang timbul akibat SK Pembekuan akan ditanggung dalam DIPA Kemenpora tahun anggaran 2015. Jika PSSI dibekukan, dan pengelolaan liga tidak lagi dibawah PT. Liga Indonesia, otomatis harus ada yang membiayai kompetisi. Harus ada yang membayar gaji wasit dan perangkat pertandingan lainnya. Dan, jelas pula, akibat dari pembekuan tersebut, kompetisi bakal dioperasikan oleh KONI/KOI dan berhubung tidak lagi dibawah PT. Liga Indonesia, otomatis anggaran kompetisi bakal dibebankan pada DIPA Kemenpora, sebagaimana termaktub dalam poin keenam SK Menpora tersebut.
Yang jadi masalah adalah, poin keenam SK Menpora jelas-jelas menabrak aturan Permendagri no 1 tahun 2011 tentang larangan penggunaan APBN/APBD bagi kompetisi profesional. Bagaimana mungkin, negara akan membiayai kompetisi sepakbola profesional?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H