Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jokowi, Kalau Tak Mau Disebut Petugas Partai, Keluarlah Dari PDIP

12 April 2015   10:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:13 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kongres ke-IV PDI-Perjuangan menyisakan beberapa momen yang menjadi perhatian publik di tanah air. Pertama, adanya anggapan bahwa PDI-Perjuangan secara tidak langsung sudah menghina lembaga kepresidenan. Anggapan ini muncul ketika Jokowi, yang datang ke acara pembukaan kongres dengan pesawat kepresidenan, ternyata malah dinomor duakan, atau dengan kata lain diabaikan oleh panitia. Tak ada sambutan bagi dirinya sebagai presiden, tak ada pidato darinya sebagai seorang kepala negara. Jokowi ternyata diundang bukan dalam kapasitas Presiden Republik Indonesia, melainkan hanya sebagai kader partai.

Kedua, adalah pidato sindiran dari Megawati saat penutupan kongres PDI-P. Dalam pidatonya tersebut, Megawati menegaskan bahwa seluruh kader PDIP, baik yang berada di legislatif maupun yudikatif adalah petugas partai dan memiliki kewajiban untuk menjalankan instruksi partai. “Sebagai kepanjangan tangan partai, kalian adalah petugas partai. Kalau enggak mau disebut petugas partai, keluar!” katanya. Namun demikian Megawati mengingatkan agar kebijakan yang diputuskan harus memihak kepada kepentingan rakyat.

Pidato penutupan dari Megawati ini dianggap banyak pengamat secara khusus memang ditujukan kepada Jokowi. Meski kini sudah berhasil menjadi orang nomor satu di republik ini, Jokowi masih dianggap sebagai kader partai, sebagai petugas partai. Tentu kita masih ingat pernyataan Megawati diawal pencalonan Jokowi sebagai capres, Mega dengan tegas mengatakan kepada ribuan kadernya, bahwa Jokowi adalah petugas partai yang disiapkan PDIP untuk menjadi presiden.

Dua momen di acara kongres PDIP tersebut menyiratkan secara gamblang, bagaimana seorang Jokowi tidak bisa melepaskan dirinya dari atribut partai yang mengusungnya. Banyak yang menyayangkan memang, bagaimana bisa seorang presiden, yang katanya dipilih langsung oleh rakyat, ternyata harus tunduk patuh pada seorang ketua partai politik. Dan banyak pula yang menyalahkan PDIP sebagai biang kerok situasi ini. Seharusnya PDIP legowo melepas Jokowi, seharusnya PDIP tidak perlu merecoki Jokowi, seharusnya Megawati begini, dan pengandaian-pengandaian lainnya. Jokowi adalah seorang korban dari lapar dan hausnya PDIP yang sudah 10 tahun berpuasa dan harus rela menjadi oposisi pemerintah.

Namun, tak sedikit pula yang menyalahkan Jokowi dan menganggap Jokowi seorang yang lemah dan tidak tegas. Jokowi dianggap tidak bisa meniru ketegasan Ahok, yang dengan beraninya menyatakan keluar dari partai Gerindra, partai yang berjasa mengantarkan dirinya ke panggung politik. Ahok tak ingin segala kebijakan dan keputusannya dalam mengemban tugas sebagai gubernur DKI Jakarta nantinya bakal disetir oleh partai yang mengusungnya. Karena itulah, tak peduli dia dianggap sebagai pengkhianat, tak peduli dia dianggap tidak bisa membalas jasa, Ahok tetap keukeuh keluar dari Gerindra.

Tentu saja banyak yang berharap Jokowi bisa meniru langkah Ahok. Tapi, apa mau dikata, Jokowi bukanlah Ahok. Jokowi adalah kader tulen PDIP. Dan bagi PDIP sendiri, Jokowi bagaikan seorang anak yang semenjak kecil diasuh, dan ketika sudah besar dan sukses maka wajar jika PDIP sebagai orang tuanya menagih jasa dan balas budi. Jasa PDIP sudah menggunung begitu besarnya bagi Jokowi, hingga dirasa sangatlah sulit baginya untuk melepaskan diri. Alhasil, bagi PDIP, Jokowi tetaplah kader dan petugas partai. Bukan sebagai presiden negara yang sudah sepatutnya dihormati dan diperlakukan dengan selayaknya.

Maka, jika Jokowi tak ingin lagi dianggap sebagai petugas partai, Jokowi harus keluar dari PDIP. Pertanyaannya, mampukah Jokowi? Mampukah dia mengimplementasikan slogannya saat kampanye, yakni "Pemimpin itu adalah ketegasan tanpa ragu"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun