Setiap tanggal 10 Oktober diperingati WHO sebagai Hari Kesehatan Mental Se-Dunia. Sayangnya, dunia justru melupakan sumbangsih salah seorang ilmuwan muslim, yang darinya kita mengenal konsep kesehatan mental.Â
Al-Balkhi, Ilmuwan Muslim yang Pertama Memperkenalkan Konsep Kesehatan Mental
Lebih dari satu milenium yang lalu, Abu Zayid Al-Balkhi, atau yang dikenal dengan Al-Balkhi menulis karya tulisnya yang paling terkenal, Masalih al-Abdan wa al-Anfus (Rezeki untuk Tubuh dan Jiwa). Dalam manuskrip monumental ini, Al-Balkhi pertama-tama membahas kesehatan fisik, setelah itu ia menyelidiki area jiwa. Dia menggunakan istilah al-Tibb al-Ruhani untuk menggambarkan kesehatan spiritual dan psikologis, dan istilah al-Tibb al-Qalb untuk menggambarkan pengobatan mental.
Pada masa itu, masih berkembang anggapan bahwa penyakit mental berhubungan erat dengan mistik. Orang Yunani Kuno mendefinisikan gangguan mental sebagai "dirasuki dan dihukum oleh Dewa karena melakukan kesalahan dan hanya dapat disembuhkan dengan doa". Sementara masyarakat Yahudi-Kristen pada masa itu menilai penyakit mental sebagai "hukuman ilahi".
Penyakit jiwa dianggap tabu, dilihat sebagai suatu hal yang memalukan, menimpa keluarga sebagai hukuman atas dosa-dosa si penderita, atau akibat lemahnya iman. Nyaris tidak ada yang mau berupaya menormalkan penyakit mental.
Itu sebabnya sebagian besar dokter medis pada masa itu lebih fokus mengobati penyakit fisik daripada penyakit psikologis atau mental pasien. Al-Balkhi mengkritik kenyataan ini dan berpendapat bahwa "karena konstruksi manusia berasal dari jiwa dan tubuhnya, oleh karena itu, keberadaan manusia tidak dapat sehat tanpa ishtibak (jalinan atau belitan) jiwa dan tubuh."
Pemikiran Al-Balkhi pada saat itu jauh melampaui jamannya. Al-Balkhi membuat hubungan yang sekarang tersebar luas dan diterima antara pikiran dan tubuh, dengan kesehatan masing-masing memiliki konsekuensi yang signifikan satu sama lain.
Proses menormalkan penyakit mental pasien sangat penting dalam terapi pengobatan karena kebanyakan dari kita yang mengalami penyakit psikologis menganggap diri kita tidak normal, tidak biasa, dan sama sekali tidak alami. Dengan menormalkan penyakit, kita dapat mulai berhenti melabeli diri kita dengan stigma-stigma negatif.
Lebih lanjut, Al-Balkhi juga berpendapat, "Ketika tubuh menjadi sakit, itu akan mencegah pembelajaran (dan aktivitas mental lainnya), atau melakukan tugas dengan cara yang benar. Dan ketika jiwa menderita, tubuh akan kehilangan kemampuan alaminya untuk menikmati kesenangan dan akan mendapati hidupnya menjadi tertekan dan terganggu".
Al-Balkhi juga mengakui realitas penyakit psikosomatik, "Sakit psikologis dapat menyebabkan penyakit tubuh". Pengakuan ini tidak masuk ke dalam kesadaran psikolog barat sampai Sigmund Freud mulai mengeksplorasi gagasan tersebut hampir satu milenium kemudian.
Perintis Terapi Kognitif untuk Pengobatan Psikologis
Mungkin, salah satu hal terpenting dari kitab Masalih al-Abdan wa al-Anfus adalah penggunaan bentuk awal terapi kognitif perintis. Sepanjang karya tulisnya, Al-Balkhi menganjurkan penggunaan terapi bicara, yang digunakan untuk memodifikasi pikiran individu dan akibatnya mengarah pada perbaikan yang diinginkan dalam perilaku mereka.