Penghasilan yang berkurang drastis dan beban hutang yang semakin menumpuk. Ini hanya salah satu dampak ekonomi dari pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Tak sedikit masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah terbebani hutang di saat pemerintah memberlakukan pembatasan kegiatan, mulai dari jaman PSBB sampai PPKM Level 4. Tidak ada yang ingin berhutang, tapi ketika keadaan memaksa demikian, meminjam uang kepada sanak saudara atau teman menjadi tidak terhindarkan.
Islam tidak melarang umatnya untuk berhutang selama tidak mengandung riba dan tidak dimaksudkan untuk tujuan yang bertentangan dengan syariat Islam. Bahkan, Allah sendiri mengatur hukum dan etika utang piutang ini melalui firman-Nya dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 282. Ayat ini merupakan ayat terpanjang di dalam Al Quran dan secara rinci dan jelas mengurai apa-apa yang musti dilakukan dalam muamallah, baik itu jual beli, utang piutang maupun sewa menyewa.Â
Pengalaman Terlilit Hutang Bank
Meski begitu, memiliki hutang, apalagi yang semakin lama semakin menumpuk tentunya menjadi beban hidup tersendiri. Saya sendiri pernah memiliki pengalaman buruk terjerat hutang kartu kredit akibat gaya hidup konsumtif.
Efek bunga berbunga membuat saya terjebak dalam kredit macet yang nilainya lumayan besar. Tagihan demi tagihan datang beruntun. Gaji bulanan saya pun tak cukup untuk menutupi tagihan bulanannya. Karena waktu itu belum ada dana untuk melunasi, akhirnya saya menempuh jalan pintas: gali lobang tutup lobang. Buka kartu kredit baru untuk menutup kartu kredit yang lama. Begitulah "lingkaran setan" yang harus saya jalani.
Setelah beberapa kali negosiasi, saya mulai mencicil tagihan hutang yang bila terus dibiarkan semakin menggunung. Selain menyisihkan sebagian besar penghasilan, saya juga meminta bantuan kepada Majikan saya.
Ya, tidak ada pertolongan yang lebih baik selain dari pertolongan Allah. Apa pun bentuk kesusahan dan kesulitan kita, jika kita meminta pertolongan kepada-Nya dengan penuh kesungguhan, niscaya Allah akan menolong kita. Bukankah setiap hari sedikitnya 17 kali kita berucap, "Hanya kepada-Mu kami mengabdi, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan"?
Nah, jika di satu sisi kita selalu berikrar untuk meminta pertolongan, mengapa di saat-saat penuh kesulitan akibat beban hutang yang menumpuk kita tidak meminta tolong kepada-Nya juga?
Itulah yang baru saya sadari beberapa tahun lalu. Terlambat, tapi lebih baik daripada saya semakin tersesat.
Setelah merasakan sendiri dampak hutang berbunga, saya bertaubat. Dengan niat sungguh-sungguh, saya memulai niat untuk menyelesaikan hutang-hutang itu, sekalipun untuk itu saya harus bekerja 2 kali lebih keras.
Alhamdulillah, berkat pertolongan-Nya, satu demi satu hutang dapat saya lunasi. Bahkan meski hampir semua gaji saya terpotong untuk mencicil hutang, ada saja rezeki tak terduga sehingga kehidupan keluarga saya pun tidak sampai terlantar.