Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengatasi Kecemasan Hidup dengan Cara yang Rasional, Metodis dan Islami

10 Juli 2021   08:59 Diperbarui: 10 Juli 2021   09:01 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kita perlu mengatasi kecemasan hidup dengan cara yang rasional, metodis sekaligus tidak berpaling dari nilai-nilai agama (Reuters/Willy Kurniawan)

Kecemasan adalah bagian dari kehidupan yang tidak dapat kita hindari. Setiap orang di dunia ini memiliki kekhawatirannya masing-masing, besar atau kecil, kompleks atau sangat sederhana. Namun, ada batasan seberapa banyak kecemasan hidup yang bisa kita terima agar kecemasan ini tidak akan membuat kita putus asa.

Beberapa orang berusaha keras untuk menghindari kecemasan yang singgah dalam hidup mereka, Mereka berusaha lari dari dunia nyata dengan cara menciptakan ilusi dan fatamorgana yang mereka kehendaki sendiri. Padahal, dengan lari dari kenyataan, mereka hanya menambah kekhawatiran.

Dalam masa pandemi di mana keceriaan nyaris hilang, kita perlu mengatasi kecemasan yang timbul dengan cara yang rasional, metodis sekaligus tidak berpaling dari nilai-nilai agama: 

Jangan Membuat Tuntutan Hidup yang Tidak Realistis

Seringkali kecemasan itu timbul karena kita memikirkan tuntutan yang berada di luar jangkauan kita. Banyak orang mengkhawatirkan masalah yang jauh di luar jangkauan mereka untuk ditangani. Mengkhawatirkan hal-hal seperti ini tidak menghasilkan apa-apa selain menyebabkan kecemasan. Jadi, hal pertama yang harus dilakukan untuk menghilangkan kecemasan hidup adalah dengan tidak membuat tuntutan yang tidak realistis pada diri kita sendiri dan masyarakat tempat kita hidup

Ada sebuah kisah dari dunia Arab kuno: Suatu ketika seorang musafir bertanya kepada penduduk gurun yang memiliki seorang gadis pelayan, "Tidakkah kamu bermimpi bahwa alih-alih memiliki gadis pelayan ini, kamu bisa menjadi Khalifah?"

Penduduk gurun itu menjawab: "Tuhan tidak!"

Musafir itu bertanya lagi, "Mengapa?"

Penduduk gurun itu berkata: "Saya takut gadis pelayan saya hilang dan bangsa ini juga akan hilang!"

Penduduk gurun itu tahu, kemungkinan dirinya menjadi khalifah bisa saja terjadi. Bukankah Tuhan Mahakuasa?

Tapi, penduduk gurun itu juga tahu keinginan itu tidak realistis dengan keadaan dirinya sendiri. Jadi, buat apa memikirkannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun