Ning, sepurane yo.
Lebaran kali ini aku belum bisa pulang untuk berkumpul bersama saudara-saudara yang lain. Ning tahu sendiri, ibu mertua di rumah tidak bisa ditinggal sendiri. Sementara saudara-saudara di sini juga sudah punya keluarga masing-masing.
Ning, sepurane yo.
Sejak ibu kita meninggal, Ning sudah mewanti-wanti agar hubungan persaudaraan tetap terjaga. Minimal setahun sekali saat lebaran kita berkumpul bersama. Meski ibu sudah tiada, masih ada sanak saudara lain yang tinggal di kampung halaman. Masih ada orangtua lain yang tetap kita mulyakan.
Tapi Ning, lebaran kali ini kampung kita benar-benar sepi. Setelah ibu tiada, berturut-turut menyusul kedua paman kita. Beberapa sesepuh kampung kita juga sudah dipanggil ke hadirat-Nya.
Aku tidak bisa membayangkan Ning, bagaimana suasana lebaran di kampung halaman kita. Terasa hambar. Budaya saling kunjung ke tokoh-tokoh kampung, ke orang tua-orang tua yang kita hormati mungkin sudah tidak ada lagi.
Ning, mungkin aku termasuk cengeng ya. Setiap kali lebaran aku selalu teringat saat kita masih berkumpul bersama. Aku selalu ingat ketika usai salat di masjid, Ibu duduk di kursi tamu, sementara anak cucunya berbaris, menunggu giliran menghaturkan permintaan maaf. Dari Dimulai dari keluarga Cacak, lalu Ning dan berturut-turut keluarga saudara kita yang lain.
Ning, setiap kali lebaran aku selalu ingat kita disuruh ibu untuk berkunjung ke rumah paman-paman kita. Kemudian sorenya kita bersama-sama berkeliling kampung mengunjungi saudara-saudara lain.
Ning, begitulah cara orangtua kita memberi pesan sekaligus teladan, agar tali persaudaraan selalu dijaga. Jangan sampai putus meskipun kedua orangtua kita sudah tiada. Jangan sampai ada selisih karena persoalan kecil.
Ning, sampaikan salam untuk seluruh keluarga di sana. Semoga Allah memberkahi kita semua dengan kesehatan dan keselamatan. Semoga Allah menerima amal ibadah kita di bulan Ramadan. Dan semoga Allah mempertemukan kita dalam kesempatan yang baik, dengan keadaan yang baik pula.