Fakhrudin ar-Razi adalah seorang ulama besar dalam bidang ilmu tauhid, filsafat dan tafsir. Di mata orang awam maupun ulama lainnya, ia dipandang sebagai ulama kharismatik.
Suatu hari, seorang muridnya bernama Nassabah Ismail bin Husain al-Alawi mengunjunginya. Usai dijamu, Fakhrudin ar-Razi meminta muridnya itu menulis sebuah kitab riwayat keturunan Ali bin Abi Thalib.
"Aku senang kalau kamu mau menulis kitab yang secara rinci mengupas tentang nasib keturunan Ali bin Abi Thalib. Aku akan mempelajarinya dan menghafalkannya," kata Fakhrudin.
Al-Alawi pun menyanggupi permintaan gurunya itu. Setelah sekian lama, akhirnya al-Alawi berhasil menulis kitab tersebut, dan ia bermaksud menyerahkan kitab itu kepada Fakhrudin.
Di kediamannya, Fakhrudin menyambut kedatangan muridnya dengan gembira. Dari atas kursi kesayangan yang selalu didudukinya saat mengajar murid-muridnya, Fakhrudin pelan-pelan turun lalu beralih duduk di atas tikar.
"Duduklah di kursiku itu," perintah Fakhrudin kepada al-Alawi.
Sejenak al-Alawi kaget. Ia tak percaya apa yang baru didengarnya. Benarkah gurunya itu meminta dirinya duduk di atas kursi, sementara gurunya sendiri malah duduk di bawah di atas tikar?
Dengan kerendahan hati, al-Alawi menolak perintah gurunya. Namun yang ia dapatkan malah bentakan yang lebih keras.
"Aku bilang duduklah engkau di kursiku itu!"
Dengan ragu-ragu bercampur takut, al-Alawi pun duduk di kursi gurunya. Setelah memastikan muridnya itu duduk di kursinya, Fakhrudin mulai membaca kitab yang ditulis muridnya tersebut. Sesekali Fakhrudin meminta penjelasan jika ada bagian yang tidak ia pahami.