"Hamba mohon, Gusti Prabu dapat berlaku bijaksana dalam memutuskan undang-undangnya. Karena selama ini kami menetapkan pajak yang sangat tinggi kepada pembuat minuman keras dan juga kepada penjualnya. Dan selama ini hasilnya cukup membantu pembangunan kita," kata Tumenggung Ranggata mengomentari tanggapan beberapa pejabat kerajaan Madangkara yang menolak peraturan investasi minuman keras.
"Tapi, ada satu hal yang lebih penting daripada pemasukannya paman Rangga. Yaitu, rusaknya perilaku anak-anak muda Madangkara. Apakah hasil pemasukan pajak itu, mampu mengobati kerusakan perilaku yang sudah terlanjur terjadi?" tanya Raden Paksi Jaladara dengan nada tinggi.
Seperti ibunya Mantili yang berwatak keras dan suka berbicara ceplas-ceplos, begitulah sikap Raden Paksi Jaladara setiap kali mengikuti rapat kerajaan.
"Ya, itu benar, kerusakan watak dan perilaku sangat sulit diperbaiki. Dan perilaku yang buruk dari para pemuda kita, akan memberi citra yang buruk pada pedagang manca di negara ini. Akhirnya pelan, tapi pasti, mereka akan meninggalkan Madangkara, sebagai tempat singgah perniagaan mereka. Dan kalau itu terjadi, maka perdagangan kita akan mati," ujar Prabu Brama Kumbara, membenarkan pendapat keponakan tirinya itu.
"Ampun Gusti Prabu, pendapat hamba ini mungkin terlalu berlebihan. Tapi hamba menaruh curiga, bahwa munculnya begitu banyak warung minuman keras, bahkan penjual makanan keliling pun, sekarang menyediakan tuak. Hamba yakin, bahwa semua ini ada yang mengatur. Ada yang merencanakan untuk maksud-maksud tertentu," kata Senopati Indra Kumala ikut mengeluarkan pendapatnya.
"Ya, pendapat Dinda Indra Kumala memang betul, Gusti. Paman Ranggata, apa di kawasan Madangkara ini ada pembuat minuman keras atau sebangsanya?" tanya Patih Gotawa menoleh ke arah Tumenggung Ranggata.
"Setahu paman, ada satu orang yang membuat minuman keras. Itu pun sudah gulung tikar. Tetapi beberapa penjualnya memang masih tercatat sebagai pembayar pajak minuman yang patuh," jawab Tumenggung Ranggata.
"Baiklah. Sebelum kita bertindak, sebaiknya kita selidiki dulu asal-usul minuman keras itu. Sehingga kita mampu menghancurkan sampah-sampah masyarakat!" perintah Prabu Brama Kumbara menutup rapat kerajaan hari itu.
***
Kisah di atas diambil dari cuplikan sinetron Satria Brama Kumbara. Potongan sinetron tersebut banyak dibagikan netizen di linimasa media sosial beberapa hari ini, seolah mengingatkan pada pemerintah untuk mempertimbangkan ulang Perpres tentang investasi di Industri minuman keras, dari skala besar sampai eceran.
Syukurlah, setelah ditentang oleh kalangan tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga tokoh-tokoh adat dan didukung oleh dengung yang sangat kencang dan keras dari netizen, Presiden Jokowi akhirnya mencabut Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken pada 2 Februari 2021 lalu.Â