Sementara itu, nun jauh di negara berkode +62, di negeri yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam, presidennya malah membuka celah legalisasi minuman keras. Presiden ini, yang oleh pendukungnya pernah dianggap mirip dengan sosok Khalifah Umar bin Khattab membuka pintu lebar-lebar bagi para investor yang ingin berinvestasi di industri minuman keras. Baik itu skala besar maupun kelas eceran.
Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken pada 2 Februari 2021, presiden negara +62 mengijinkan investor untuk menanamkan modalnya di industri minuman keras dengan syarat hanya dilakukan di daerah tertentu sesuai dengan budaya dan kearifan setempat.
"Persyaratan, untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat," tulis lampiran III perpres tersebut.
Entah apa yang dimaksud dengan budaya dan kearifan setempat. Apakah presiden menganggap minum miras di empat wilayah itu sudah menjadi tradisi dan kearifan lokal yang kelak akan menjadi norma sosial sebagaimana di negara-negara barat?
Presiden negara +62 tampaknya tidak menyadari dampak jangka panjang dari keputusan tersebut. Dengan mengijinkan investor menanamkan modal di industri miras bahkan hingga skala UMKM, itu sama artinya dengan merusak masa depan generasi bangsa.
George W. Bush, Donald Trump hingga Joe Biden saja sadar dengan sepenuh hati bagaimana bahayanya minuman beralkohol, eh presiden negara +62 yang dasar negaranya "Ketuhanan yang Maha Esa" dan penduduknya beragama malah mengijinkan investasinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H