"Dum.....dum...dum..."
Samar-samar telingaku menangkap suara dentuman. Tanganku yang tengah menari di atas papan ketik laptop langsung berhenti. Kulihat penanda waktu di laptop, pukul 00.30.
Suara seperti tembakan meriam itu terdengar dengan interval sekitar 5 detik per dentuman. Untuk memastikan pendengaranku baik-baik saja, aku lalu membangunkan istriku.
"Sudah subuh ta Mas?" tanya istriku sambil mengucek matanya.
"Belum, masih jam 12 malam. Kamu dengar suara dentuman gak? Barusan aku dengar dentuman berturut-turut."
Istriku mencoba menegakkan badan dan menyiagakan telinganya. Beberapa saat kemudian, telingaku kembali menangkap suara dentuman tiga kali berturut-turut.
"Iya, Mas. Ada dentuman. Apa ada gempa?" tanya istriku dengan raut muka khawatir.
"Gak tahu. Kalau gempa kan gak ada dentumannya. Mungkin Semeru lagi erupsi," jawabku.
Untuk memastikannya, aku lalu keluar rumah. Puncak Gunung Semeru memang bisa kulihat dari halaman depan rumah. Meskipun gelap, jika Semeru erupsi dan mengeluarkan lava pijar di puncaknya tentu akan terlihat dengan cukup jelas.
Dengan tubuh menggigil karena udara dingin, kuamati arah timur tempat Gunung Semeru berada. Tidak ada tanda-tanda apapun selain kegelapan yang menyelimuti malam.