Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengupas Buku "How Democracies Die" yang Dibaca Anies Baswedan

23 November 2020   07:39 Diperbarui: 23 November 2020   12:57 1449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demokrasi mungkin mati bukan di tangan para jenderal, tetapi di tangan para pemimpin yang terpilih (foto: Facebook/Anies Baswedan)

Minggu (22/11) pagi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengunggah foto dirinya tengah membaca buku berjudul "How Democracies Die: What History Reveals About Our Future" (The Crown Publishing Group, 2018). Unggahan Anies Baswedan tersebut langsung memicu berbagai macam penafsiran dari netizen, sekaligus rasa penasaran perihal isi buku yang dibaca Anies tersebut.

Saya beruntung seorang teman mengirim salinan digital buku bersampul hitam. Menurut teman saya, salinan digital itu diperolehnya dari seorang dermawan di KluBuku yang membelikan membership premium (unlimited digital book download) dari penerbitnya.

Di luar berbagai macam penafsiran netizen terkait unggahan foto Anies Baswedan, saya lebih tertarik membahas isi buku yang ditulis Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, dua ilmuwan politik dari Harvard University. 

Secara keseluruhan, buku ini lebih menyoroti pudarnya iklim demokrasi di Amerika Serikat dalam dekade terakhir, yang mencapai puncaknya di era Presiden Donald Trump. Bagian yang menarik dari buku ini justru terdapat di bagian pendahuluan di mana Steven dan Daniel mengemukakan teori awal mereka bagaimana sebuah demokrasi itu bisa mati. 

Pudarnya Tatanan Demokrasi di Banyak Negara

"Apakah demokrasi kita dalam bahaya?"

Pertanyaan ini membuka bagian pendahuluan. Selama bertahun-tahun, Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt meneliti munculnya bentuk-bentuk baru otoritaniarisme di berbagai negara di dunia yang sebelumnya menganut sistem demokrasi. Hingga radar penelitian mereka kemudian mengarah ke negara yang dianggap paling demokratis, Amerika Serikat.

Dalam dua tahun terakhir, Steven dan Daniel mengamati mundurnya tatanan demokrasi yang terjadi di dunia politik Amerika Serikat. Menurut mereka, politisi Amerika sekarang memperlakukan saingan mereka sebagai musuh, mengintimidasi pers yang bebas, dan mengancam akan menolak hasil pemilu. 

Negara bagian Amerika, yang dulu dipuji oleh ahli hukum besar Louis Brandeis sebagai "laboratorium demokrasi" sekarang dalam bahaya dan menjadi "laboratorium otoritarianisme". 

Puncaknya dalam pemilu 2016, untuk pertama kalinya dalam sejarah Amerika Serikat, seorang pria yang tidak punya pengalaman dalam jabatan publik, sedikit komitmen yang terlihat pada hak konstitusional, dan kecenderungan otoriter yang jelas, terpilih menjadi presiden.

Masih dalam bab pendahuluan, Steven dan Daniel memberi contoh bagaimana demokrasi itu bisa mati dengan mengambil contoh kasus kudeta militer di Chile yang dilakukan Jenderal Augusto Pinochet terhadap presiden terpilih Salvador Allende pada 11 September 1973. Seperti itulah kecenderungan pemikiran kita mengganggap demokrasi bisa mati: kudeta yang dilakukan sekelompok orang bersenjata.

Demokrasi Bisa Mati oleh Pemimpin yang Terpilih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun