Kalau aku ingin belajar menulis dengan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar, kusempatkan waktu singgah di ruang baca mas Khrisna Pabhicara.
Bila ingin tahu resensi film atau rekomendasi tontonan yang menarik, otakku langsung tertuju pada satu nama, mas Yonathan Christianto.
Jika ingin belajar tentang saham, investasi atau masalah finansial lainnya, aku mampir sejenak di lapak mas Adica Wirawan.
Kalau ingin membaca cerita pendek misteri, horor, atau puisi-puisi romantis, kuberhentikan langkahku di rumah mbak Lilik Fatimah Azzahra.
Sekali waktu, aku ingin merefleksikan perjalanan hidup. Tak ada yang lebih berharga daripada belajar langsung dari seseorang yang sudah kenyang makan asam garam kehidupan seperti opa Tjiptadinata Efendi dan oma Roselina.
Yah, mereka adalah beberapa penulis spesialis di Kompasiana yang kukagumi di antara sekian banyak penulis spesialis lain yang juga sama kukagumi namun sayangnya tidak bisa kusebutkan satu per satu di artikel ini. Â Di setiap karya tulis mereka, aku banyak mengambil pelajaran.
Penulis spesialis memilih ceruk tertentu - apakah itu finansial, bahasa, teknologi,film dll - dan tetap menulis tentang satu topik itu. Meski sesekali mereka kadang melepas rasa bosan dengan menulis topik yang berbeda.
Penulis spesialis juga biasanya sudah memiliki keahlian di bidang yang mereka tulis. Keahlian yang didapat dari pengalaman maupun pengakuan keahlian berdasarkan kredensial (gelar akademik).
Sebaliknya, seorang generalis menulis segala hal. Mulai dari ulasan produk, esai akademik, cerpen, puisi, atau artikel populer dengan beragam tema. Generalis tidak memilih ceruk.
Keuntungan menjadi spesialis adalah mereka bisa memosisikan personal branding (merek diri). Mereka adalah orang-orang yang mudah dilihat dan diperhatikan. Pembaca akan lebih percaya artikel dari orang yang sudah ahli daripada penulis dadakan yang artikelnya sebatas coba-coba.