Apa pedulinya blogger dengan Bahasa Indonesia yang baku? Kalau kamu blogger, tak usah terlalu ambil pusing apakah kamu sudah menggunakan Bahasa Indonesia yang baku, baik dan benar.
Memangnya bahasa ngeblog itu bahasa jurnal atau karya ilmiah yang serba baku hingga terasa kaku?
Enggak kan?
Coba deh kamu blog walking alias berselancar di berbagai situs milik blogger ternama. Kamu perhatikan diksi dan frasa yang mereka gunakan. Seratus persen aku yakin mereka banyak menggunakan kata atau istilah populer yang sering kita dengar.
Pilihan Kata Tergantung Target Pembaca
Memang sudah sewajarnya, karena target pembaca blogger-blogger itu adalah orang awam yang tidak begitu peduli dengan kaidah berbahasa yang baik dan benar. Berbeda jika blog itu ditujukan untuk kalangan akademisi, yang kontennya mengulas pengetahuan di bidang-bidang ilmu tertentu.
Berbeda pula jika kamu punya preferensi atau minat ketatabahasaan. Seperti yang bisa kamu baca di artikel-artikelnya Mas Khrisna Pabhicara atau Bang Ivan Lanin. Atau jika kamu suka menulis puisi yang nada suaranya mendayu-dayu, tentunya kamu harus menggunakan diksi dan frasa yang tepat, baik dan benar pula.
Intinya, dalam hal penulisan artikel populer tidak ada salahnya jika kita menggunakan istilah-istilah yang populer dan familiar, alih-alih menggantinya dengan kata serapan yang baku, tapi membingungkan pembacanya.
Misalnya, pernahkah kamu menggunakan diksi 'jenama'? Mendengarnya saja mungkin baru kali ini. Asal kamu tahu, jenama adalah bentuk baku alih bahasa dari istilah 'brand'. Kata ini lebih baku dibandingkan kata 'merek' untuk arti yang sama.
Atau mungkin kamu pernah mendengar diksi 'anggit'. Pertama kali mendengar, tentunya telingamu merasa asing dengan kata 'anggit' atau 'menganggit'. Kata ini sering dipakai penulis atau blogger yang concern dengan tata bahasa sebagai ganti dari kata 'menggubah' atau 'mengarang'.
Paradoks Pemakaian Kata Baku Bahasa Indonesia
Harus diakui, banyak istilah atau perbendaharaan kata dalam Bahasa Indonesia yang belum dikenal, didengar dan digunakan rakyatnya sendiri. Seolah ada paradoks tersendiri menyangkut penggunaan kata-kata baku, pemakaian istilah asing dan kata serapannya dalam Bahasa Indonesia.