Kita ambil yang paling maksimal. Jika dikalikan 5 hari pembelajaran berarti siswa harus menyediakan kuota internet 5 GB seminggu. Dalam sebulan berarti siswa harus menyediakan kuota internet rata-rata 20 GB.Â
Bila dikalkulasikan dalam rupiah, rata-rata kebutuhan untuk membeli kuota internet agar dapat mengikuti pembelajaran jarak jauh sebesar 250 ribu setiap bulannya (dengan asumsi ini perhitungan kasar biaya isi ulang pulsa/kuota internet semua provider seluler). Itu untuk pembelajaran saja, bukan untuk kebutuhan hiburan seperti streaming YouTube, Tiktok, atau media sosial lainnya.
Dengan perhitungan kasar tersebut, secara ekonomi subsidi pulsa sebesar Rp.250 ribu sudah cukup membantu. Terutama bagi siswa yang orangtuanya tidak mampu.Â
Tapi kan masalah yang dihadapi bukan cuma pulsa saja. Kita harus ingat bahwa ada rumah tanpa komputer/laptop, ada orangtua dan siswa yang tidak memiliki telepon pintar.
Seandainya mereka punya, belum tentu tempat tinggal mereka memiliki infrastruktur digital yang memadai. Sinyal seluler yang cuma satu bar, atau jaringan internet yang berjalan seperti siput. Seandainya itu semua ada, belum tentu mereka bisa mengakses internet setiap hari. Ada siswa yang harus membantu pekerjaan orangtuanya di masa sulit ini, hingga lingkungan belajar di rumah yang tidak memadai.
Bagi Mahasiswa, Subsidi Biaya Kuliah Lebih Utama
Lain pelajar, lain pula mahasiswa. Mungkin subsidi pulsa bisa membantu secara ekonomi bagi siswa di tingkat pendidikan dasar hingga menengah. Tapi bagi mahasiswa, permasalahan terbesar saat mereka diharuskan kuliah online adalah masih tingginya uang kuliah tunggal (UKT) yang diminta kampus mereka.
Sebulan belakangan, keluhan mengenai masih tingginya UKT di beberapa perguruan tinggi disuarakan para mahasiswa di media sosial. Mahasiswa beralasan, UKT harusnya dikurangi atau bila perlu digratiskan selama pandemi karena proses pembelajaran harus dilakukan dari rumah. Selain harus menanggung biaya UKT, mahasiswa juga terbebani biaya pulsa agar bisa kuliah online.
Mendikbud Nadiem Makarim sendiri sudah menanggapi keluhan mahasiswa tentang UKT ini dengan mengeluarkan Permendikbud nomor 25 Tahun 2020 yang mengatur keringanan UKT bagi mahasiswa perguruan tinggi negeri (PTN).
"Untuk itu, Kemendikbud mengeluarkan Permendikbud nomor 20/2020, yang memperbolehkan universitas menyesuaikan besaran UKT untuk mahasiswa terdampak wabah Covid-19," katanya.
Sayangnya, Permendikbud tersebut hanya ditujukan bagi mahasiswa PTN. Hal ini tentu mengundang kecemburuan pada mahasiswa dari perguruan tinggi swasta (PTS) yang pengaturan UKT mereka tidak tersentuh oleh Permendikbud ini.
Pemberian subsidi pulsa dan subsidi UKT merupakan solusi jangka pendek yang bisa diberikan pemerintah untuk memastikan hak pendidikan setiap warga negara tidak terganggu selama masa pandemi Covid-19. Sembari menunggu berita baik dari ujicoba klinis vaksin Covid-19 fase ketiga, kita berharap kebijakan ini sedikitnya bisa meringankan beban masyarakat tidak mampu, agar anak-anak mereka masih tetap belajar dalam segala keterbatasan di masa-masa sulit seperti ini.